PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya inflamasi/
peradangan kronis pada saluran pernafasan dengan ciri-ciri seperti serangan
akut secara berkala, sesak nafas, mudah tersengal-sengal, disertai batuk dan
hipersekresi dahak, serta ‘mengi’ pada pasien asma yang sudah parah. Jumlah
penderita asma dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi,
sehingga diperlukan pengobatan yang tepat dan benar agar tidak sampai
menyebabkan kematian.
Asma dapat terjadi karena meningkatnya kepekaan otot polos di sekitar
saluran nafas seseorang dibandingkan saluran nafas normal terhadap stimuli
tidak spesifik yang dihirup dari udara, yang pada orang sehat tidak memberikan
reaksi pada saluran pernafasan seperti perubahan suhu, dingin, polusi udara (asap
rokok), dll. Selain itu dapat pula terjadi karena reaksi alergi, atau karena
infeksi saluran pernafasan yang dapat menyebabkan radang/ inflamasi sehingga
saluran nafas pada pasien asma lebih menyempit lagi.
PENTATALAKSANAAN TERAPI
Sasaran terapi pada pasien asma dengan menggunakan kortikosteroid
inhalasi yaitu peradangan saluran nafas dan gejala asma. Terapi asma disini
bertujuan untuk menghambat atau mengurangi peradangan saluran pernafasan serta
mencegah dan atau mengontrol gejala asma, sehingga gejala asma berkurang/
hilang dan pasien tetap dapat bernafas dengan baik.
Strategi terapi asma dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi non
farmakologi (tanpa menggunakan obat) dan terapi farmakologi (dengan obat).
Terapi Non Farmakologi
Untuk terapi non farmakologi, dapat dilakukan dengan olah raga secara
teratur, misalnya saja renang. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan
berenang, gejala sesak nafas akan semakin jarang terjadi. Hal ini mungkin
karena dengan berenang, pasien dituntut untuk menarik nafas panjang-panjang,
yang berfungsi untuk latihan pernafasan, sehingga otot-otot pernafasan menjadi
lebih kuat. Selain itu, lama kelamaan pasien akan terbiasa dengan udara dingin
sehingga mengurangi timbulnya gejala asma. Namun hendaknya olah raga ini
dilakukan secara bertahap dan dengan melihat kondisi pasien.
Selain itu dapat diberikan penjelasan kepada pasien agar menghindari
atau menjauhkan diri dari faktor-faktor yang diketahui dapat menyebabkan
timbulnya asma, serta penanganan yang harus dilakukan jika serangan asma
terjadi.
Terapi Farmakologi
Sedangkan untuk terapi farmakologi, dapat dibagi menjadi dua jenis
pengobatan yaitu:
- Quick-relief medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk bernafas, memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat terjadi serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu bronkodilator.
- Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk mengobati inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan mukus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan digunakan untuk membantu mencegah timbulnya serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu kortikosteroid bentuk inalasi.
Obat-obat asma yang digunakan antara lain bronkodilator
(simpatomimetika: salbutamol, metilsantin: teofilin, antikolinergik:
apratropium bromide), kortikosteroid (prednisolon, budesonida, dll) dan
obat-obatan lain seperti ekspektoran (guaifenesin), mukolitik (bromheksin),
antihistamin (ketotifen), dan antileukotrien (zafirlukast). Untuk memaksimalkan
pengobatan asma biasanya digunakan kombinasi beberapa obat. Obat-obat asma
tersedia dalam berbagai macam bentuk sediaan, yaitu oral, parenteral, dan
inhalasi. Namun yang akan dibahas lebih lanjut disini yaitu kortikosteroid
bentuk inhalasi.
KORTIKOSTEROID INHALASI
Kortikosteroid
terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral, parenteral, dan
inhalasi. Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipid-soluble) seperti
beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and triamcinolone,
memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke saluran pernafasan dengan
absorbsi sistemik yang minim. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi memiliki
keuntungan yaitu diberikan dalam dosis kecil secara langsung ke saluran
pernafasan (efek lokal), sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang
serius. Biasanya, jika penggunaan secara inhalasi tidak mencukupi barulah
kortikosteroid diberikan secara oral, atau diberikan bersama dengan obat lain
(kombinasi, misalnya dengan bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat
menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa
minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien
telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun
atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk
pertolongan pertama pada serangan akut yang parah.
Berikut ini contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia
antara lain:
Dosis
untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus
dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan penggunaan
kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan pengurangan dosis.
MEKANISME AKSI
Kortikosteroid bekerja dengan memblok enzim fosfolipase-A2, sehingga menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain itu berfungsi mengurangi sekresi mukus dan menghambat proses peradangan. Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan nafas secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi reaktifitas otot polos disekitar saluran nafas, meningkatkan sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi frekuensi keparahan asma jika digunakan secara teratur.
INDIKASI
Kortikosteroid inhalasi secara teratur digunakan untuk mengontrol dan mencegah gejala asma.
KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas terhadap kortikosteroid.
EFEK SAMPING
Efek samping kortikosteroid berkisar dari rendah, parah, sampai mematikan. Hal ini tergantung dari rute, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Efek samping pada pemberian kortikosteroid oral lebih besar daripada pemberian inhalasi. Pada pemberian secara oral dapat menimbulkan katarak, osteoporosis, menghambat pertumbuhan, berefek pada susunan saraf pusat dan gangguan mental, serta meningkatkan resiko terkena infeksi. Kortikosteroid inhalasi secara umum lebih aman, karena efek samping yang timbul seringkali bersifat lokal seperti candidiasis (infeksi karena jamur candida) di sekitar mulut, dysphonia (kesulitan berbicara), sakit tenggorokan, iritasi tenggorokan, dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi. Efek samping sistemik dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi yaitu pertumbuhan yang terhambat pada anak-anak, osteoporosis, dan karatak.
RESIKO KHUSUS
Pada anak-anak, penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi menunjukkan pertumbuhan anak yang sedikit lambat, namun asma sendiri juga dapat menunda pubertas, dan tidak ada bukti bahwa kortikosteriod inhalasi dapat mempengaruhi tinggi badan orang dewasa.
Hindari penggunaan kortikosteroid pada ibu hamil, karena bersifat teratogenik.
CARA PENGGUNAAN INHALER
Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk
mengurangi gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara
pasien, keluarga, dan dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya
harus diberi informasi lengkap tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan,
dosis, aturan pakai, cara pakai dan efek samping yang mungkin timbul. Pasien
hendaknya juga menghindari faktor yang menjadi penyebab timbulnya asma. Selain
itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat asma kemanapun dia
pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta mengecek tanggal kadaluarsa
obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar semakin hari kualitas hidup
pasien semakin meningkat.MEKANISME AKSI
Kortikosteroid bekerja dengan memblok enzim fosfolipase-A2, sehingga menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain itu berfungsi mengurangi sekresi mukus dan menghambat proses peradangan. Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan nafas secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi reaktifitas otot polos disekitar saluran nafas, meningkatkan sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi frekuensi keparahan asma jika digunakan secara teratur.
INDIKASI
Kortikosteroid inhalasi secara teratur digunakan untuk mengontrol dan mencegah gejala asma.
KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas terhadap kortikosteroid.
EFEK SAMPING
Efek samping kortikosteroid berkisar dari rendah, parah, sampai mematikan. Hal ini tergantung dari rute, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Efek samping pada pemberian kortikosteroid oral lebih besar daripada pemberian inhalasi. Pada pemberian secara oral dapat menimbulkan katarak, osteoporosis, menghambat pertumbuhan, berefek pada susunan saraf pusat dan gangguan mental, serta meningkatkan resiko terkena infeksi. Kortikosteroid inhalasi secara umum lebih aman, karena efek samping yang timbul seringkali bersifat lokal seperti candidiasis (infeksi karena jamur candida) di sekitar mulut, dysphonia (kesulitan berbicara), sakit tenggorokan, iritasi tenggorokan, dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi. Efek samping sistemik dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi yaitu pertumbuhan yang terhambat pada anak-anak, osteoporosis, dan karatak.
RESIKO KHUSUS
Pada anak-anak, penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi menunjukkan pertumbuhan anak yang sedikit lambat, namun asma sendiri juga dapat menunda pubertas, dan tidak ada bukti bahwa kortikosteriod inhalasi dapat mempengaruhi tinggi badan orang dewasa.
Hindari penggunaan kortikosteroid pada ibu hamil, karena bersifat teratogenik.
CARA PENGGUNAAN INHALER
- Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak mungkin
- Ambillah inhaler, kemudian kocok
- Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak dibagian bawah
- Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan mulut (jangan meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan bagian mulut inhaler)
- Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam, bersamaan dengan menekan inhaler (waktu saat menarik nafas dan menekan inhaler adalah waktu yang penting bagi obat untuk bekerja secara efektif)
- Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak membawa jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu hingga sepuluh)
- Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup lagi seperti cara diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh dokter
- Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah efek samping yang mungkin terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998, Buku Saku Kedokteran Dorland edisi 25, Penerbit ECG, Jakarta
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Boushey H.A., 2001, Obat-obat Asma dalam Katzung, B.G., Farmakologi Dasar & Klinik, Ed.I, diterjemahkan oleh Sjbana, D., dkk, Salemba Medika, Jakarta
Brenner, MD, 2005, Current Clinical Strategies , Laguna Hills, California
Dipiro,JT., dkk, 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc.., USA
Bagikan
Penggunaan Kortikosteroid Inhalasi Dalam Terapi Asma
4/
5
Oleh
Unknown