Sunday, 28 February 2016

Penggunaan Kortikosteroid Inhalasi Dalam Terapi Asma

PENDAHULUAN 
Asma merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya inflamasi/ peradangan kronis pada saluran pernafasan dengan ciri-ciri seperti serangan akut secara berkala, sesak nafas, mudah tersengal-sengal, disertai batuk dan hipersekresi dahak, serta ‘mengi’ pada pasien asma yang sudah parah. Jumlah penderita asma dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi, sehingga diperlukan pengobatan yang tepat dan benar agar tidak sampai menyebabkan kematian.
Asma dapat terjadi karena meningkatnya kepekaan otot polos di sekitar saluran nafas seseorang dibandingkan saluran nafas normal terhadap stimuli tidak spesifik yang dihirup dari udara, yang pada orang sehat tidak memberikan reaksi pada saluran pernafasan seperti perubahan suhu, dingin, polusi udara (asap rokok), dll. Selain itu dapat pula terjadi karena reaksi alergi, atau karena infeksi saluran pernafasan yang dapat menyebabkan radang/ inflamasi sehingga saluran nafas pada pasien asma lebih menyempit lagi.

PENTATALAKSANAAN TERAPI 
Sasaran terapi pada pasien asma dengan menggunakan kortikosteroid inhalasi yaitu peradangan saluran nafas dan gejala asma. Terapi asma disini bertujuan untuk menghambat atau mengurangi peradangan saluran pernafasan serta mencegah dan atau mengontrol gejala asma, sehingga gejala asma berkurang/ hilang dan pasien tetap dapat bernafas dengan baik.
Strategi terapi asma dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi non farmakologi (tanpa menggunakan obat) dan terapi farmakologi (dengan obat). 

Terapi Non Farmakologi 
Untuk terapi non farmakologi, dapat dilakukan dengan olah raga secara teratur, misalnya saja renang. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan berenang, gejala sesak nafas akan semakin jarang terjadi. Hal ini mungkin karena dengan berenang, pasien dituntut untuk menarik nafas panjang-panjang, yang berfungsi untuk latihan pernafasan, sehingga otot-otot pernafasan menjadi lebih kuat. Selain itu, lama kelamaan pasien akan terbiasa dengan udara dingin sehingga mengurangi timbulnya gejala asma. Namun hendaknya olah raga ini dilakukan secara bertahap dan dengan melihat kondisi pasien.
Selain itu dapat diberikan penjelasan kepada pasien agar menghindari atau menjauhkan diri dari faktor-faktor yang diketahui dapat menyebabkan timbulnya asma, serta penanganan yang harus dilakukan jika serangan asma terjadi. 

Terapi Farmakologi 
Sedangkan untuk terapi farmakologi, dapat dibagi menjadi dua jenis pengobatan yaitu:
  1. Quick-relief medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk bernafas, memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat terjadi serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu bronkodilator. 
  2. Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk mengobati inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan mukus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan digunakan untuk membantu mencegah timbulnya serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu kortikosteroid bentuk inalasi. 
Obat-obat asma yang digunakan antara lain bronkodilator (simpatomimetika: salbutamol, metilsantin: teofilin, antikolinergik: apratropium bromide), kortikosteroid (prednisolon, budesonida, dll) dan obat-obatan lain seperti ekspektoran (guaifenesin), mukolitik (bromheksin), antihistamin (ketotifen), dan antileukotrien (zafirlukast). Untuk memaksimalkan pengobatan asma biasanya digunakan kombinasi beberapa obat. Obat-obat asma tersedia dalam berbagai macam bentuk sediaan, yaitu oral, parenteral, dan inhalasi. Namun yang akan dibahas lebih lanjut disini yaitu kortikosteroid bentuk inhalasi. 

KORTIKOSTEROID INHALASI 
Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral, parenteral, dan inhalasi. Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipid-soluble) seperti beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and triamcinolone, memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke saluran pernafasan dengan absorbsi sistemik yang minim. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi memiliki keuntungan yaitu diberikan dalam dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan (efek lokal), sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Biasanya, jika penggunaan secara inhalasi tidak mencukupi barulah kortikosteroid diberikan secara oral, atau diberikan bersama dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang parah.
Berikut ini contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:
Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan penggunaan kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan pengurangan dosis.

MEKANISME AKSI 
Kortikosteroid bekerja dengan memblok enzim fosfolipase-A2, sehingga menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain itu berfungsi mengurangi sekresi mukus dan menghambat proses peradangan. Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan nafas secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi reaktifitas otot polos disekitar saluran nafas, meningkatkan sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi frekuensi keparahan asma jika digunakan secara teratur.

INDIKASI 
Kortikosteroid inhalasi secara teratur digunakan untuk mengontrol dan mencegah gejala asma.

KONTRAINDIKASI 
Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas terhadap kortikosteroid.

EFEK SAMPING
Efek samping kortikosteroid berkisar dari rendah, parah, sampai mematikan. Hal ini tergantung dari rute, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Efek samping pada pemberian kortikosteroid oral lebih besar daripada pemberian inhalasi. Pada pemberian secara oral dapat menimbulkan katarak, osteoporosis, menghambat pertumbuhan, berefek pada susunan saraf pusat dan gangguan mental, serta meningkatkan resiko terkena infeksi. Kortikosteroid inhalasi secara umum lebih aman, karena efek samping yang timbul seringkali bersifat lokal seperti candidiasis (infeksi karena jamur candida) di sekitar mulut, dysphonia (kesulitan berbicara), sakit tenggorokan, iritasi tenggorokan, dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi. Efek samping sistemik dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi yaitu pertumbuhan yang terhambat pada anak-anak, osteoporosis, dan karatak.

RESIKO KHUSUS 
Pada anak-anak, penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi menunjukkan pertumbuhan anak yang sedikit lambat, namun asma sendiri juga dapat menunda pubertas, dan tidak ada bukti bahwa kortikosteriod inhalasi dapat mempengaruhi tinggi badan orang dewasa.
Hindari penggunaan kortikosteroid pada ibu hamil, karena bersifat teratogenik.

CARA PENGGUNAAN INHALER 
  1. Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak mungkin 
  2. Ambillah inhaler, kemudian kocok 
  3. Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak dibagian bawah 
  4. Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan mulut (jangan meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan bagian mulut inhaler) 
  5. Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam, bersamaan dengan menekan inhaler (waktu saat menarik nafas dan menekan inhaler adalah waktu yang penting bagi obat untuk bekerja secara efektif) 
  6. Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak membawa jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu hingga sepuluh) 
  7. Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup lagi seperti cara diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh dokter 
  8. Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah efek samping yang mungkin terjadi.
PENUTUP
Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien, keluarga, dan dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus diberi informasi lengkap tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai dan efek samping yang mungkin timbul. Pasien hendaknya juga menghindari faktor yang menjadi penyebab timbulnya asma. Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat asma kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta mengecek tanggal kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar semakin hari kualitas hidup pasien semakin meningkat.

DAFTAR PUSTAKA 
Anonim, 1998, Buku Saku Kedokteran Dorland edisi 25, Penerbit ECG, Jakarta
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Boushey H.A., 2001, Obat-obat Asma dalam Katzung, B.G., Farmakologi Dasar & Klinik, Ed.I, diterjemahkan oleh Sjbana, D., dkk, Salemba Medika, Jakarta
Brenner, MD, 2005, Current Clinical Strategies , Laguna Hills, California
Dipiro,JT., dkk, 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc.., USA

Bagikan

Jangan lewatkan

Penggunaan Kortikosteroid Inhalasi Dalam Terapi Asma
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.