Pengertian Tifus
Tifus (tipes) atau demam tifoid terjadi karena infeksi bakteri Salmonella typhi. Penyakit yang banyak terjadi pada anak-anak ini dapat membahayakan nyawa jika tidak ditangani dengan baik dan secepatnya.
Tifus menular dengan cepat. Infeksi dan demam tifoid terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi sejumlah kecil tinja, atau yang lebih tidak umum, urin yang terinfeksi bakteri.
Kontak langsung dengan pengidap juga dapat menyebabkan infeksi bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini berkaitan dengan bakteri Salmonella penyebab keracunan makanan.
Kasus Tifus (Tipes)
Pada 2000, diperkirakan terdapat lebih dari 2,16 juta kasus tifus di seluruh dunia dengan jumlah kematian 216.000 jiwa. Lebih dari 90% dari total kasus dan kematian ini terjadi di Asia. Di Indonesia, kasus tifus diperkirakan sekitar 900.000 per tahun, dengan angka kematian mencapai 20.000 orang per tahun.
Sanitasi yang buruk dan terbatasnya akses air bersih diduga menjadi penyebab utama berkembangnya penyakit tersebut di Indonesia. Belum sempurnanya sistem kekebalan tubuh membuat penyakit ini lebih banyak dialami anak-anak dan orang-orang setengah baya.
Tifus (tipes) atau demam tifoid terjadi karena infeksi bakteri Salmonella typhi. Penyakit yang banyak terjadi pada anak-anak ini dapat membahayakan nyawa jika tidak ditangani dengan baik dan secepatnya.
Tifus menular dengan cepat. Infeksi dan demam tifoid terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi sejumlah kecil tinja, atau yang lebih tidak umum, urin yang terinfeksi bakteri.
Kontak langsung dengan pengidap juga dapat menyebabkan infeksi bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini berkaitan dengan bakteri Salmonella penyebab keracunan makanan.
Kasus Tifus (Tipes)
Pada 2000, diperkirakan terdapat lebih dari 2,16 juta kasus tifus di seluruh dunia dengan jumlah kematian 216.000 jiwa. Lebih dari 90% dari total kasus dan kematian ini terjadi di Asia. Di Indonesia, kasus tifus diperkirakan sekitar 900.000 per tahun, dengan angka kematian mencapai 20.000 orang per tahun.
Sanitasi yang buruk dan terbatasnya akses air bersih diduga menjadi penyebab utama berkembangnya penyakit tersebut di Indonesia. Belum sempurnanya sistem kekebalan tubuh membuat penyakit ini lebih banyak dialami anak-anak dan orang-orang setengah baya.
Vaksinasi
Tifoid
Di Indonesia, vaksin tifoid sebagai pencegahan tifus
menjadi imunisasi yang dianjurkan oleh pemerintah, tapi belum masuk ke kategori
wajib. Vaksin tifoid diberikan di atas 2 tahun dan diulang tiap 3 tahun.
Imunisasi dilakukan dalam bentuk suntik pada balita dan dalam bentuk oral pada
anak di atas usia 6 tahun.
Meski demikian seperti juga vaksin-vaksin lainnya,
vaksin tifoid tidak memberikan perlindungan 100%. Anak yang sudah diimunisasi
tifoid tetap dapat terinfeksi. Namun tingkat infeksi yang dialami anak yang
sudah divaksin tidak akan seberat mereka yang belum divaksin sama sekali.
Jika Anda dan anak Anda berniat makan di luar rumah,
sebaiknya hindari makan di tempat terbuka yang mudah terpapar bakteri dan
disarankan untuk mengonsumsi minuman dalam kemasan.
Gejala Tifus
Pada umumnya, masa inkubasi bakteri penyebab tifus
(tipes) adalah 7 hingga 14 hari. Ini adalah durasi antara bakteri pertama
memasuki jaringan tubuh sampai gejala pertama muncul.
Jika tidak ditangani dengan tepat, kondisi pengidap
tifus dapat memburuk dalam beberapa minggu. Bahkan perlu waktu hingga hitungan
bulan hingga tubuh dapat sepenuhnya pulih. Gejala juga dapat muncul kembali
karena tidak mendapat pengobatan.
Padahal jika dirawat dengan baik, kondisi pengidap
bisa mulai membaik dalam 3 hingga 4 hari.
Apa Saja Gejala yang Umum Dirasakan?
Berikut gejala yang umum terjadi begitu Anda
terinfeksi:
- Demam hingga 39°C-40°C. Pada minggu pertama, demam akan naik-turun. Pada minggu kedua, demam akan meninggi.
- Otot terasa sakit
- Sakit kepala
- Merasa lemas
- Kelelahan
- Hilang nafsu makan
- Anak-anak sering mengalami diare, sementara orang dewasa cenderung mengalami konstipasi
- Muncul ruam pada kulit berupa bintik-bintik kecil berwarna merah muda
- Kebingungan. Merasa tidak tahu sedang berada di mana dan apa yang sedang terjadi di sekitar
Minggu pertama:
- Demam. Awalnya tidak tinggi, kemudian meningkat menjadi 39°C-40°C
- Sakit kepala
- Lemas dan kelelahan
- Batuk kering
- Kehilangan nafsu makan
- Sakit perut
- Diare atau sembelit
- Ruam pada kulit
Jika tidak segera ditangani, Anda akan memasuki stadium kedua dengan
gejala:
- Demam tinggi yang masih berlanjut
- Diare atau sembelit parah
- Penurunan berat badan
- Perut sangat kembung
- Anda mungkin akan mengigau dan mulai kebingungan
- Berbaring lemas dan kelelahan dengan mata setengah terbuka
- Demam menurun perlahan-lahan
- Namun gejala bisa terasa kembali setelah 2 minggu mereda
Segera konsultasi kepada dokter jika Anda atau anak
Anda mengalami demam tinggi dan beberapa gejala di atas, terutama jika tidak
kunjung mereda setelah dua hari. Ingatlah bahwa walaupun telah menerima vaksin
atau imunisasi, seseorang masih bisa mengidap tifus.
Penyebab Tifus
Bakteri penyebab tifus (tipes), Salmonella typhi,
masuk ke dalam usus melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dan
kemudian berkembang biak dalam kelenjar getah bening dan pembuluh darah.
Bakteri ini berkaitan, tapi tidak sama dengan bakteri
salmonella yang menyebabkan seseorang keracunan makanan.
Sanitasi Buruk, Penyebab Utama Penularan
Tinja yang mengandung bakteri Salmonella typhi adalah
sumber utama penularan tifus. Tinja ini diproduksi oleh orang yang lebih dulu
telah terinfeksi. Di negara-negara seperti Indonesia, persebaran bakteri Salmonella
typhi sering terjadi melalui konsumsi air yang terkontaminasi tinja
terinfeksi tersebut.
Dampak yang sama terjadi pada makanan yang dicuci
dengan air yang terkontaminasi. Kondisi ini terutama disebabkan buruknya
sanitasi dan akses terhadap air bersih.
Bakteri ini juga dapat menyebar jika orang yang telah
terinfeksi bakteri tidak mencuci tangan sebelum menyentuh atau mengolah
makanan. Penyebaran bakteri terjadi ketika ada orang lain yang menyantap
makanan yang tersentuh si pengidap.
Penularan juga dapat terjadi dari urin pengidap
bakteri, meski cara ini memang lebih jarang terjadi. Orang yang menyantap
makanan olahan si pengidap akan terinfeksi jika si pengolah tidak mencuci
tangannya setelah buang air kecil.
Beberapa situasi berikut juga dapat menjadi penyebab
penyebaran tifus:
- Mengonsumsi seafood dari air yang terkontaminasi urin dan tinja terinfeksi.
- Menggunakan toilet yang terkontaminasi bakteri. Anda akan terinfeksi jika menyentuh mulut sebelum mencuci tangan setelah buang air.
- Berhubungan seks oral dengan pembawa bakteri Salmonella typhi.
Salmonella typhi yang masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi akan masuk ke
sistem pencernaan. Demam tinggi, sakit perut, dan sembelit atau diare akan
timbul ketika bakteri itu telah berkembang biak.
Jika tidak segera diobati, bakteri-bakteri tersebut
akan menyebar ke seluruh tubuh dengan memasuki pembuluh darah. Gejala tifus
akan memburuk jika bakteri telah menyebar ke luar sistem pencernaan. Tubuh akan
pulih dengan perlahan-lahan bahkan setelah berminggu-minggu pasca-infeksi.
Selain itu, bakteri yang menyebar dapat merusak organ
dan jaringan dan menyebabkan komplikasi serius. Kondisi yang paling umum
terjadi adalah pendarahan dalam atau usus terbelah.
Bakteri Menetap Dalam Tubuh
Beberapa orang yang telah pulih sudah tidak
menunjukkan gejala-gejala tifus. Namun mereka dapat tetap mengidap bakteri Salmonella
typhi dalam saluran usus mereka selama bertahun-tahun. Sekitar 5%
pengidap tifus yang tidak menjalani pengobatan yang cukup tetapi kemudian
pulih, akan terus membawa bakteri ini di dalam tubuhnya. Tanpa mereka sadari,
para pembawa ini bisa membuat orang lain terinfeksi melalui tinja mereka.
Diagnosis
Tifus
Di
Indonesia, pemeriksaan
Widal (uji serologi untuk mendeteksi keberadaan bakteri salmonella) masih menjadi
patokan utama untuk menentukan diagnosis. Padahal, hasil tes widal yang positif
tidak selalu berarti pasien pasti mengidap tifus (tipes).
Ini
dikarenakan di daerah endemis seperti Indonesia, semua orang sudah pernah
terpapar Salmonella thyphosa.
Tubuh telah membentuk antibodi terhadap bakteri ini. Itu sebabnya, ketika pemeriksaan Widal
dilakukan, antibodi dalam tubuh akan memberi reaksi positif. Namun ini bukan
berarti Anda positif mengidap tifus.
Selain
tes Widal,terdapat juga tes yang lebih akurat mendeteksi tifus, yaitu tes
TUBEXR. Tes imunologi ini dilakukan menggunakan partikel
berwarna untuk meningkatkan
sensitivitas.
Tifus
didiagnosis dengan menganalisis sampel darah, tinja, atau urin di laboratorium.
Selain pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, akurasi diagnosis juga dapat dilakukan dengan memeriksa sampel
cairan tulang belakang.
Namun tes ini hanya digunakan jika pemeriksaan lain tidak mendatangkan hasil
yang meyakinkan. Waktu yang panjang dan rasa sakit yang ditimbulkan membuat tes
ini lebih jarang dilakukan.
Jika
Anda positif mengidap
tifus, ada baiknya memeriksakan anggota keluarga lain untuk mendeteksi
kemungkinan penularan.
Pengobatan Tifus
Terapi antibiotik adalah cara paling efektif dalam
menangani tifus. Perawatan tifus (tipes) dapat dilakukan di rumah
sakit, tapi jika lebih cepat terdeteksi, Anda dapat menjalani perawatan di
rumah.
Pengobatan tifus (tipes) di rumah sakit
Sampel darah, tinja, dan urin Anda akan diperiksa di
laboratorium untuk menentukan jenis antibiotik yang tepat diberikan. Antibiotik
di rumah sakit akan diberikan dalam bentuk suntikan. Jika diperlukan, cairan
dan nutrisi juga akan disuntikkan ke dalam pembuluh darah melalui infus.
Infus diberikan karena perawatan tifus yang dilakukan
di rumah sakit umumnya diiringi muntah terus-menerus, diare parah, serta perut
kembung. Pada sebagian kecil kasus, operasi mungkin diperlukan jika terjadi
komplikasi yang membahayakan nyawa seperti pendarahan dalam atau rusaknya
sistem pencernaan.
Hampir semua kondisi pengidap berangsur membaik setelah
dirawat di rumah sakit selama 3-4 hari. Namun mungkin perlu beberapa minggu
hingga Anda sepenuhnya pulih.
Pengobatan tifus (tipes) di rumah
Umumnya orang yang terdiagnosis tifus pada stadium
awal membutuhkan 1-2 minggu pengobatan dengan tablet antibiotik yang
diresepkan. Meski tubuh akan mulai membaik setelah 2-3 hari mengonsumsi
antibiotik, sebaiknya jangan menghentikan konsumsi sebelum antibiotik habis.
Ini penting untuk memastikan agar bakteri benar-benar hilang dari tubuh.
Meski begitu pemberian antibiotik untuk mengobati
tifus mulai menimbulkan masalah tersendiri di Asia Tenggara. Beberapa kelompok Salmonella
typhi menjadi kebal terhadap antibiotik. Beberapa tahun terakhir, bakteri
ini juga menjadi kebal terhadap antibiotik Ampicillin dan Trimotheprim-Silfamethoxazole.
Segera berkonsultasi dengan dokter jika kondisi Anda
memburuk saat menjalani perawatan di rumah. Pada sebagian kecil pengidap,
penyakit ini dapat saja kambuh lagi. Agar tubuh segera pulih dan mencegah
risiko tifus datang lagi, pastikan Anda menjalani langkah-langkah sederhana berikut ini:
- Istirahat cukup
- Makan teratur. Anda dapat makan sesering mungkin dalam kadar sedikit dibandingkan jika makan dengan porsi besar sebanyak tiga kali sehari
- Minum banyak air putih
- Cuci tangan teratur dengan sabun dan air hangat untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi
Umumnya orang yang telah dirawat dan pulih dari tifus
dapat segera kembali bekerja atau bersekolah. Namun beberapa profesi perlu mendapat perhatian
khusus, di antaranya:
- Orang yang pekerjaannya berhubungan dengan pengolahan dan penyiapan makanan
- Perawatan orang yang rentan sakit
- Pengasuh balita atau perawat lansia
Saat Tifus (Tipes) Kambuh
Beberapa orang mengalami gejala tifus yang kembali
kambuh sepekan setelah pengobatan antibiotik selesai dijalani. Biasanya dokter akan
kembali meresepkan antibiotik meski gejala yang dirasakan tidak separah
sebelumnya.
Pengobatan
Tambahan
Jika setelah menjalani pengobatan ternyata hasil tes
tinja menemukan bahwa Anda masih mengidap bakteri Salmonella typhi, Anda
mungkin akan disarankan untuk menjalani 28 hari pengobatan antibiotik kembali untuk
membersihkan sisa-sisa bakteri. Ini untuk mengurangi potensi Anda menjadi
pembawa bakteri tifus jangka panjang.
Selama Anda masih terdiagnosis terinfeksi, sebaiknya
hindari aktivitas mengolah makanan. Selain itu pastikan Anda mencuci tangan setelah
buang air.
Komplikasi
Tifus
Sekitar 10% pengidap tifus (tipes) menderita komplikasi. Komplikasi terjadi ketika pengidap tifus terlambat atau tidak diobati dengan antibiotik yang tepat. Komplikasi terjadi rata-rata tiga minggu setelah infeksi. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah sistem pencernaan yang mengalami pendarahan dalam dan infeksi yang menyebar ke jaringan sekitarnya hingga mengakibatkan usus atau sistem pencernaan pecah.
Gejala pendarahan dalam
Pengidap tifus yang mengalami pendarahan dalam biasanya merasakan gejala-gejala seperti merasa lelah sepanjang waktu, sesak napas, muntah darah, kulit pucat, denyut jantung tidak teratur, dan tinja berwarna hitam pekat.
Umumnya pendarahan dalam akibat tifus tidak mengancam nyawa. Meski demikian, transfusi darah dibutuhkan untuk mengganti hilangnya darah dari tubuh. Operasi juga mungkin diperlukan untuk memperbaiki kerusakan pada daerah pendarahan.
Luka pada dinding sistem pencernaan
Perforasi terjadi ketika dinding sistem pencernaan terluka dan sebuah lubang pun terbentuk sehingga isi sistem pencernaan dapat tertumpah ke rongga perut. Tidak seperti kulit, lapisan perut bernama peritoneum tidak memiliki mekanisme pertahanan untuk melawan infeksi. Maka nyawa pasien akan terancam ketika bakteri penyebab tifus menyebar hingga ke perut dan menginfeksi peritoneum. Kondisi ini dikenal sebagai peritonitis.
Peritonitis adalah penyakit yang gawat karena peritoneum biasanya steril dan bebas dari kuman. Dalam situasi ini, infeksi dapat menyebar dengan cepat melalui darah ke berbagai organ lainnya. Infeksi ini dapat mengakibatkan berbagai organ berhenti berfungsi, bahkan membawa kematian jika tidak segera ditangani.
Komplikasi ini diderita sekitar lima persen pengidap tifus. Perforasi ditandai dengan merosotnya tekanan darah secara tiba-tiba, disusul adanya darah dalam tinja. Gejala lain adalah sakit perut yang kian memburuk.
Di rumah sakit, pengidap peritonitis akan diobati dengan suntikan antibiotik sebelum dioperasi untuk menutup lubang pada dinding usus.
Pencegahan Tifus
Vaksinasi tifus (tipes) di Indonesia termasuk dalam jadwal imunisasi anak. Vaksinasi ini sangat dianjurkan untuk diberikan kepada anak berusia dua tahun untuk selanjutnya diulangi tiap tiga tahun sekali.
Langkah Pencegahan Selain Vaksin
Asia, termasuk Indonesia, adalah daerah endemi tifus. Penyakit ini umumnya terjadi di negara-negara dengan kebersihan dan sanitasi buruk. Selain Asia, negara-negara di Amerika Selatan dan Tengah, Timur Tengah, sertaAfrika juga merupakan daerah dengan tingkat kasus tifus yang tinggi.
Diberikannya vaksin tifoid tidak begitu saja membuat orang yang divaksin 100% kebal terhadap bakteri ini. Risiko masih tetap ada, meski gejalanya tidak akan separah yang terjadi pada mereka yang belum divaksin.
Sayangnya di Asia, penyakit ini tumbuh subur seiring meningginya tingkat resistensi bakteri terhadap antibiotik untuk mengobati tifus. Ini mengakibatkan beberapa antibiotik sudah tidak mampu melawan tifus. Diperlukan penyusunan dan penyebaran daftar obat-obatan yang sudah tidak efektif agar pasien mendapat pengobatan yang tepat.
Untuk mencegah penyakit ini, vaksinasi tifus harus dipadukan dengan perbaikan sanitasi dan penyediaan air bersih, serta kebiasaan hidup sehat. Perhatikan hal-hal berikut ini untuk menghindari risiko tertular tifus:
Sekitar 10% pengidap tifus (tipes) menderita komplikasi. Komplikasi terjadi ketika pengidap tifus terlambat atau tidak diobati dengan antibiotik yang tepat. Komplikasi terjadi rata-rata tiga minggu setelah infeksi. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah sistem pencernaan yang mengalami pendarahan dalam dan infeksi yang menyebar ke jaringan sekitarnya hingga mengakibatkan usus atau sistem pencernaan pecah.
Gejala pendarahan dalam
Pengidap tifus yang mengalami pendarahan dalam biasanya merasakan gejala-gejala seperti merasa lelah sepanjang waktu, sesak napas, muntah darah, kulit pucat, denyut jantung tidak teratur, dan tinja berwarna hitam pekat.
Umumnya pendarahan dalam akibat tifus tidak mengancam nyawa. Meski demikian, transfusi darah dibutuhkan untuk mengganti hilangnya darah dari tubuh. Operasi juga mungkin diperlukan untuk memperbaiki kerusakan pada daerah pendarahan.
Luka pada dinding sistem pencernaan
Perforasi terjadi ketika dinding sistem pencernaan terluka dan sebuah lubang pun terbentuk sehingga isi sistem pencernaan dapat tertumpah ke rongga perut. Tidak seperti kulit, lapisan perut bernama peritoneum tidak memiliki mekanisme pertahanan untuk melawan infeksi. Maka nyawa pasien akan terancam ketika bakteri penyebab tifus menyebar hingga ke perut dan menginfeksi peritoneum. Kondisi ini dikenal sebagai peritonitis.
Peritonitis adalah penyakit yang gawat karena peritoneum biasanya steril dan bebas dari kuman. Dalam situasi ini, infeksi dapat menyebar dengan cepat melalui darah ke berbagai organ lainnya. Infeksi ini dapat mengakibatkan berbagai organ berhenti berfungsi, bahkan membawa kematian jika tidak segera ditangani.
Komplikasi ini diderita sekitar lima persen pengidap tifus. Perforasi ditandai dengan merosotnya tekanan darah secara tiba-tiba, disusul adanya darah dalam tinja. Gejala lain adalah sakit perut yang kian memburuk.
Di rumah sakit, pengidap peritonitis akan diobati dengan suntikan antibiotik sebelum dioperasi untuk menutup lubang pada dinding usus.
Pencegahan Tifus
Vaksinasi tifus (tipes) di Indonesia termasuk dalam jadwal imunisasi anak. Vaksinasi ini sangat dianjurkan untuk diberikan kepada anak berusia dua tahun untuk selanjutnya diulangi tiap tiga tahun sekali.
Langkah Pencegahan Selain Vaksin
Asia, termasuk Indonesia, adalah daerah endemi tifus. Penyakit ini umumnya terjadi di negara-negara dengan kebersihan dan sanitasi buruk. Selain Asia, negara-negara di Amerika Selatan dan Tengah, Timur Tengah, sertaAfrika juga merupakan daerah dengan tingkat kasus tifus yang tinggi.
Diberikannya vaksin tifoid tidak begitu saja membuat orang yang divaksin 100% kebal terhadap bakteri ini. Risiko masih tetap ada, meski gejalanya tidak akan separah yang terjadi pada mereka yang belum divaksin.
Sayangnya di Asia, penyakit ini tumbuh subur seiring meningginya tingkat resistensi bakteri terhadap antibiotik untuk mengobati tifus. Ini mengakibatkan beberapa antibiotik sudah tidak mampu melawan tifus. Diperlukan penyusunan dan penyebaran daftar obat-obatan yang sudah tidak efektif agar pasien mendapat pengobatan yang tepat.
Untuk mencegah penyakit ini, vaksinasi tifus harus dipadukan dengan perbaikan sanitasi dan penyediaan air bersih, serta kebiasaan hidup sehat. Perhatikan hal-hal berikut ini untuk menghindari risiko tertular tifus:
- Cuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan dan minuman, serta setelah buang air.
- Jika harus membeli minuman, sebaiknya minum air dalam kemasan.
- Minimalisasi konsumsi makanan yang dijual di pinggir jalan karena mudah terpapar bakteri.
- Hindari es batu dalam minuman Anda. Juga sebaiknya hindari membeli dan mengonsumsi es krim yang dijual di pinggir jalan.
- Hindari konsumsi buah dan sayuran mentah, kecuali Anda mengupas atau mencucinya sendiri dengan air bersih.
- Batasi konsumsi makanan boga bahari (seafood), terutama yang belum dimasak.
- Sebaiknya gunakan air matang untuk menggosok gigi atau berkumur.
- Bersihkan toilet, gagang pintu, telepon, serta keran air di rumah Anda secara teratur.
- Hindari bertukar barang pribadi seperti handuk, sprei, dan alat mandi. Cuci benda-benda tersebut secara berkala dalam air hangat.
- Hindari konsumsi susu yang tidak terpasteurisasi.
Bagikan
Tifus dan Penatalaksanaannya
4/
5
Oleh
Unknown