Thursday 24 March 2016

Infeksi Saluran Kemih

Pengertian Infeksi Saluran Kemih 
Sebelum memasuki pengertian infeksi saluran kemih (ISK), ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu mengenai sistem saluran kemih.
Tubuh kita memiliki sistem saluran kemih yang terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Melalui sistem saluran kemih inilah air kencing atau urin diproduksi dan dibuang.
Berawal dari ginjal, kotoran yang ada di dalam darah dipisahkan dan dikeluarkan dalam bentuk urin. Kemudian urin tersebut dialirkan dari ginjal melalui ureter menuju tempat penampungan yang disebut kandung kemih. Setelah ditampung, urin kemudian dibuang dari tubuh melalui saluran pelepasan yang disebut uretra.
ISK terjadi ketika bakteri menyerang bagian-bagian tertentu dari sistem saluran kemih tersebut.

Gejala Infeksi Saluran Kemih 
Berdasarkan bagian sistem saluran kemih yang terkena dampaknya, infeksi saluran kemih (ISK) terbagi menjadi dua, yaitu bawah dan atas. ISK bawah merupakan infeksi yang terjadi di uretra dan kandung kemih. Berikut ini adalah gejala-gejala ISK bawah:  
  1. Rasa ingin selalu buang air kecil
  2. Nyeri atau perih saat buang air kecil
  3. Rasa tidak nyaman pada perut bagian bawah
  4. Seperti ada tekanan pada panggul
  5. Nyeri punggung
  6. Bau urin yang sangat menyengat
  7. Warna urin yang keruh, bahkan kadang-kadang bercampur darah
Sedangkan ISK atas merupakan infeksi yang terjadi di ureter dan ginjal. Gejala-gejalanya antara lain:
  1. Diare 
  2. Mual dan muntah 
  3. Demam dan tubuh yang menggigil 
  4. Nyeri pada bagian selangkangan, pinggang, bahkan punggung
Periksakan diri ke dokter jika Anda mengalami gejala-gejala di atas agar pengobatan dengan antibiotik bisa secepatnya dilakukan. Jika dibiarkan, terutama ISK atas, dapat berujung pada komplikasi yang serius seperti gagal ginjal.
Penderita ISK juga tergolong berisiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi jika menderita diabetes, gangguan pada ginjal, sedang hamil, dan jika kekebalan tubuhnya sedang lemah, misalnya akibat kemoterapi.

Penyebab Infeksi Saluran Kemih 
Infeksi saluran kemih (ISK) dapat disebabkan oleh bakteri dari sistem pencernaan atau anus yang masuk ke dalam saluran uretra.
Sembilan dari sepuluh kasus ISK disebabkan oleh bakteri Escherichia coli atau E. coli yang umumnya hidup di dalam usus besar dan sekitar anus. Diperkirakan bakteri ini masuk ke dalam uretra seseorang akibat kurang baik dalam melakukan pembersihan setelah buang air besar maupun kecil. Misalnya saja jika kertas toilet yang dia gunakan untuk membersihkan anus turut menyentuh organ kelaminnya. Pada saat itulah bakteri dapat masuk ke dalam saluran kemihnya. Dalam kasus seperti ini, wanita lebih rentan terkena ISK karena jarak uretra dengan anus pada tubuh mereka lebih dekat daripada jarak yang ada pada tubuh pria.
ISK juga bisa disebabkan oleh iritasi setelah berhubungan seksual dan akibat terganggunya kinerja pengosongan urin oleh kondisi tertentu. Urin yang tertampung terlalu lama di dalam kandung kemih memberi peluang bagi bakteri untuk berkembang biak.
Berikut ini adalah kelompok orang yang lebih berisiko terkena ISK:

  1. Penderita batu ginjal dan pria yang mengalami pembengkakan kelenjar prostat– kedua kondisi ini dapat menghalangi pengosongan urin dari kandung kemih. Hal ini menyebabkan urin tertampung lebih lama dan akhirnya bakteri dapat berkembang biar.
  2. Pemakai kateter atau alat bantu kencing
  3. Cacat lahir – mereka yang memiliki kelainan pada struktur saluran kemihnya sehingga saluran tersebut tidak berfungsi secara baik, sangat berisiko terkena ISK.
  4. Wanita– hal ini disebabkan jarak uretra dengan anus pada tubuh mereka lebih dekat daripada jarak yang ada pada tubuh pria, sehingga bakteri dari anus bisa lebih mudah untuk masuk ke dalam uretra. Selain itu, wanita yang aktif secara seksual juga lebih mudah terkena ISK dibandingkan yang tidak.
  5. Wanita yang telah menopause – kurangnya kadar estrogen setelah menopause menyebabkan perubahan pada saluran kemih, sehingga saluran tersebut menjadi rentan terhadap infeksi.
  6. Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi diafragma – jenis kontrasepsi ini dapat menekan kandung kemih dan mengganggu kinerja pengosongan urin
  7. Wanita yang pasangannya menggunakan kondom berlapis spermisida – zat ini dapat menyebabkan iritasi pada vagina sehingga bakteri bisa mudah berkembang biak
  8. Wanita yang sedang hamil.
  9. Orang-orang dengan ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar – penderita kondisi ini rentan terhadap ISK karena bakteri dari tinja yang mudah masuk ke dalam uretra.
Diagnosis Infeksi Saluran Kemih 
Selain memeriksa riwayat kesehatan pasien dan menanyakan gejala-gejala yang dirasakan, dalam mendiagnosis infeksi saluran kemih (ISK) dokter akan melakukan beberapa tes, salah satunya adalah tes urin atau urinalysis. Urinalysis adalah pengujian urin untuk melihat adanya bakteri dan sel darah putih di dalam urin sebagai tanda-tanda terjadinya ISK.
Selain tes urin, sampel urin juga dapat diteliti lebih detail di laboratorium untuk menentukan jenis bakteri yang menyebabkan ISK. Ini dilakukan agar jenis antibiotik yang paling cocok untuk membunuh bakteri itu dapat diberikan untuk pengobatan pasien.
Selain pemeriksaan urin, pemeriksaan darah juga kadang-kadang dilakukan untuk melihat kinerja ginjal, apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak.
Berikut ini adalah berbagai jenis tes lanjutan lainnya: 
  1. Pemeriksaan USG, yaitu metode pemeriksaan untuk mengetahui adanya gangguan pada kandung kemih dan ginjal dengan menggunakan gelombang ultrasound 
  2. CT scan dilakukan untuk mengetahui keadaan sistem saluran kemih si pasien secara lebih detail melalui gambar tiga dimensi.
  3. Sistoskopi, yaitu metode pemeriksaan untuk mengetahui adanya masalah di dalam kandung kemih yang mungkin menyebabkan terjadinya ISK dengan cara memasukkan selang kecil yang dilengkapi kamera. 
  4. Intravenous pyelogramyaitu metode pemeriksaan untuk mengetahui adanya gangguan pada sistem saluran kemih dengan menggunakan X-ray.
Pengobatan Infeksi Saluran Kemih 
Jika Anda menderita infeksi saluran kemih (ISK), segeralah temui dokter agar pengobatan dengan antibiotik dapat secepatnya dilakukan. Beberapa jenis antibiotik yang biasanya disarankan dokter adalah ciprofloxacin, levofloxacin, amoxicillin, nitrofurantoin, dan trimethoprim. Selama infeksi tergolong ringan dan Anda tidak berisiko tinggi untuk mengalami komplikasi, perawatan di rumah sakit tidak diperlukan.
Selain antibiotik, obat pereda rasa sakit seperti parasetamol juga kadang-kadang diperlukan untuk menghilangkan rasa nyeri yang disebabkan ISK. Namun, jika Anda menderita ISK atas, hindari obat pereda nyeri anti inflamasi non-steroid atau OAINS, seperti ibuprofen. Dikhawatirkan obat ini dapat menyebabkan masalah pada ginjal.
Selain dengan menggunakan obat-obatan dari dokter, penyembuhan ISK akan makin cepat berhasil jika ditunjang dengan langkah-langkah yang bisa Anda lakukan di rumah, di antaranya:

  1. Jangan tahan keinginan Anda untuk kencing karena dengan mengosongkan kandung kemih, Anda dapat mencegah bakteri untuk makin berkembang biak.
  2. Minum banyak air.
  3. Redakan nyeri dengan kompresan air panas.
ISK yang tergolong ringan biasanya akan sembuh beberapa hari setelah pengobatan dimulai. Namun jika ISK tergolong parah, terutama hingga menimbulkan komplikasi, penderita perlu dirujuk ke rumah sakit.

Mencegah ISK kambuh 
Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk mencegah kambuhnya ISK.
  1. Jika Anda selesai buang air besar maupun kecil, bersihkanlah dengan menggunakan tisu maupun air dari arah depan ke belakang. 
  2. Minumlah banyak air karena dengan Anda sering kencing, maka bakteri akan terbuang dan sulit berkembang biak. 
  3. Segera buang air kecil dan bersihkan organ intim Anda setelah berhubungan intim dengan pasangan. 
  4. Hindari penggunaan alat kontrasepsi diafragma atau kondom berlapis spermisida. 
  5. Jika ISK sangat sering terjadi, mintalah dokter untuk meresepkan obat antibiotik pencegah ISK.
Komplikasi Infeksi Saluran Kemih 
Tanganilah secepatnya jika Anda mulai merasakan gejala infeksi saluran kemih (ISK). Jika ISK dibiarkan berlarut-larut tanpa diobati, terutama jika Anda sering mengalaminya, bukan tidak mungkin ISK dapat menimbulkan komplikasi yang tergolong parah, di antaranya: 
  1. Gangguan pada ginjal. Saat seseorang terkena infeksi pada kandung kemih, bakteri dapat naik dan masuk ke ginjal. Jika terjadi, maka orang tersebut berisiko terkena infeksi ginjal dengan gejala berupa nyeri punggung, mual, demam, hingga menggigil. Infeksi ginjal yang tidak segera ditangani dapat mengarah pada gagal ginjal atau kerusakan permanen pada organ tersebut. 
  2. Infeksi darah. Komplikasi ini terjadi ketika bakteri yang terdapat di dalam sistem saluran kemih memasuki aliran darah dan pada akhirnya turut menyerang organ-organ tubuh lainnya. Infeksi darah merupakan kondisi yang tergolong mematikan. 
  3. Prostatitis. Komplikasi yang hanya dialami oleh pria ini terjadi ketika kelenjar prostat mengalami peradangan. Gejala yang muncul bisa berupa rasa nyeri di daerah selangkangan saat buang air kecil atau saat ejakulasi.
Segera temui dokter atau ke rumah sakit jika Anda mengalami komplikasi-komplikasi tersebut.
Baca selengkapnya

Friday 18 March 2016

Analgesik Narkotika

Analgesik merupakan obat yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri. Nyeri yang bersifat akut biasa disebut juga dengan nosisepsi. Nyeri sendiri merupakan perasaan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan. Nyeri merupakan gejala suatu penyakit atau adanya kerusakan jaringan dalam tubuh. Nyeri disebabkan karena stimulasi mekanik, kimia, panas atu listrik yang menyebabkan kerusakan sel yang kemudian melepaskan mediator nyeri. Bila rangsangan tersebut melampaui ambang batas untuk rasa nyeri maka penderita akan merasakan nyeri. Nyeri bersifat subjektif, artinya kualitas dan tingkatan nyeri pada tiap individu berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan nilai ambang nyeri pada tiap individu. 
Analgesik merupakan obat yang berfungsi meningkatkan ambang nyeri penderita sehingga memungkinkan penderita untuk tidak merasakan nyeri. Namun, sebenarnya nyeri merupakan sinyal bagi tubuh atau otak bahwa telah terjadi kerusakan pada jaringan tubuh.
Patofisiologi nyeri dibedakan menjadi empat tahap :
  1. Stimulasi. Rangsangan nyeri (kimiawi, mekanik, panas) akan merangsang mediator nyeri, yaitu: Bradikinin, ion kalium, histamin, serotonin, substansi P (terlibat dalam nyeri awal), dan prostaglandin dan leukotrien (terlibat dalam nyeri lama). Mediator tersebut mengaktivasi reseptor nyeri (nosiseptor) pada ujung saraf, menyebabkan timbulnya potensial aksi yang kemudian diteruskan melalui serabut saraf aferen menuju sumsum tulang belakang.
  2. Transmisi. Penghantaran nosiseptif melibatkan serabut saraf aferen C dan Aδ bermyelin sehingga menghantarkan respons dengan cepat, dan menghasilkan sensasi nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Sedangkan serabut C tidak bermyelin sehingga penghantarannya lambat, menghasilkan sensasi nyeri tumpul, dan nyeri panas. Setelah menghantarkan impuls, ujung serabut saraf aferen yang membentuk sinaps dengan bagian dorsal horn sumsum tulang belakang, melepaskan mediator glutamat, substansi P dan calcitonin gene-related peptide (GGRP). Penghantaran impuls nyeri dilakukan menuju ke talamus di otak.
  3. Persepsi. Tubuh memodulasi sensasi nyeri melalui beberapa proses. Satu sistem yang dominan terlibat dalam proses nyeri adalah sistem opioid endogen, yang terdiri dari a) neurotransmiter (enkefalin, dan beta endorfin); dan b) reseptor opioid (mu, delta, kappa) yang terdapat secara menyeluruh di sistem saraf pusat. Opioid endogen tersebut berinteraksi dengan reseptor opioid dan menghambat transmisi nyeri. Reseptor NMDA yang terdapat dalam dorsal horn sumsum tulang belakang dapat menurunkan sensitivitas reseptor opioid mu terhadap opioid. Disamping itu, SSP juga mempunyai sistem pengatur transmisi nyeri yang dinamakan descending control system, yang dapat menghambat transmisi nyeri pada sinaptik pada dorsal horn sumsum tulang belakang, yang berasal dari otak. Neurotransmiter yang terlibat dalam sistem ini adalah opioid endogen, serotonin, norefinefrin, GABA dan neurotensin.
Ringkasnya, jika ada rangsangan nyeri yang akan memacu pelepasan mediator nyeri, yang kemudian merangsang reseptor nyeri sel saraf aferen untuk kemudian diubah menjadi impuls untuk ditransmisikan ke SSP melalui sumsum tulang belakang menuju ke otak sehingga menghasilkan sensasi nyeri. Sistem descending control system berperan dalam mengkontrol transmisi nyeri tersebut.

Klasifikasi Obat
Obat golongan analgesik narkotika ini merupakan golongan narkotika atau opioid, bereaksi seperti opioid endogen mengaktivasi reseptor opioid dalam SSP untuk menurunkan sensasi nyeri. Sebenarnya obat ini tidak menghilangkan penyebab nyeri, namun membuat penderita merasa tenang/tidak terganggu akibat nyeri tersebut dengan jalan meningkatkan nilai ambang nyeri. Aktivitas obat opioid diperantarai oleh reseptor opioid mu, meskipun beberapa aksinya diperantarai oleh reseptor delta, dan kappa. Aktivasi pada reseptor mu, menghasilkan efek analgesik pada SSP (supraspinal dan spinal) dan perifer, depresi pernapasan, konstriksi pupil, penurunan motilitas saluran pencernaan, euforia, sedasi dan ketergantungan. Reseptor delta juga berperan dalam analgesik, menyebabkan depresi pernapasan dan penurunan motilitas saluran cerna. Reseptor kappa juga berperan dalam analgesik, menghasilkan disforia dan sedasi, tidak menyebabkan ketergantungan.
Obat golongan narkotika atau opioid dibagi menjadi 3, yaitu : 1) agonis reseptor opioid atau biasa disebut juga dn, 2) campuran agonis-antagonis dan 3) antagonis reseptor opioid.

Agonis reseptor opioid
Obat ini mengaktivasi reseptor mu dengan afinitas tinggi dan reseptor delta dan kappa dengan aktivitas rendah. Contoh obat dalam golongan ini adalah Morfin, Kodein, Fentanil, Heroin, Meperidin, Metadon, Tramadol, Sufentanil, Bremazosin, Oksimorfin, Dekstropropoksifen. Obat ini mempunyai efek di beberapa organ yang ada kaitannya dengan aktivasi pada reseptor opioid. Penggunaan morfin menyebabkan mual muntah karena mengaktivasi chemoreceptor trigger zone (CTZ) pada medula oblongata sehingga memacu pusat mual muntah di otak. Morfin juga menekan refleks batuk karena menghambat pusat batuk di medula otak dan/atau reseptor sensorik (reseptor batuk) dalam saluran bronkus. Dalam klinik, Kodein dan Dekstrometorfan digunakan sebagai obat penekan batuk (antitusif). Obat golongan ini juga dapat menurunkan pergerakan usus sehingga menghasilkan konstipasi. Efek ini malah dimanfaatkan untuk pengobatan diare. Loperamid dan Difenoksilat merupakan turunan opiat yang tidak dapat menembus otak sehingga dimanfaatkan dalam pengobatan diare. Heroin, suatu obat yang sering disalahgunakan, bersifat sangat larut dalan lipid daripada morfin sehingga cepat menembus otak. Dalam otak, mengalami hidrolisis menjadi morfin sehingga obat tersebut (Heroin) merupakan prodrug. Fentanil adalah sangat poten dengan potensi lebih dari 80 kali dibandingkan Morfin namun mempunyai durasi yang pendek. Secara klinik, obat tersebut digunakan dalam anestesi. Metadon merupakan analgesik oral dengan durasi lebih lama dibandingkan morfin. Obat tersebut juga digunakan pada terapi penderita ketergantungan narkotika. Gejala penarikan kembali dari penggunaan narkotika adalah hiperaktivitas syaraf otonom, misalnya diare, mual muntah, kedinginan, demam, tremor, kram perut dan nyeri.

Antagonis reseptor opioid
Obat ini berinteraksi dengan reseptor opioid namun tidak memberikan efek. Contoh obat ini adalah Nalokson, Naltrekson, Nalorfin. Nalokson merupakan obat lini pertama pada penanganan overdosis narkotika terutama gejala depresi pernapasan. Naltrekson sebagai alternatif selain nalokson,  memiliki durasi aksi yang lebih lama dibandingkan dengan Nalokson. 

Campuran agonis dan antagonis reseptor opioid
Contoh obat ini adalah Pentazosin dan Siklazosin. Kedua obat ini adalah antagonis pada reseptor mu, namun merupakan agonis parsial pada reseptor kappa dan delta. Oleh karena penggunaan obat ini menyebabkan disforia, tidak euforia. Sedangkan contoh obat agonis parsial adalah Buprenorfin, yang mempunyai afinitas sama dengan obat opioid lainnya pada reseptor mu namun efek yang dihasilkan lebih rendah atau efikasinya rendah.
Sumber : Dr. Agung Endro Nugroho. 2011. Farmakologi Obat-Obat Penting Dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Baca selengkapnya

Obat Antipsikotik

Obat ini dinamakan juga obat neuroleptika, anti-skizofrenia, atau transquilizer. Pemberian obat jenis ini tidak bersifat kuratif karena sebenarnya tidak menyembuhkan penyakit namun mengupayakan penderita untuk bisa menjalankan aktivitas normal. Obat ini paling sering digunakan pada pasien skizofrenia, yang merupakan penyakit mental yang ditandai dengan adanya kekacauan (disintegrasi) proses berpikir, emosi dan kontak realitas. Penyakit ini dipengaruhi oleh lingkungan dan 75% penderitanya adalah usia remaja atau dewasa muda. Gambaran klinik penyakit ini ditandai oleh dua macam gejala, yaitu : 1) gejala positif dan 2) gejala negatif.
Gejala positif cenderung memberikan dampak kepada orang lain. Gejala positif adalah khas pada penderita skizofrenia yang tidak dijumpai pada orang normal, misalnya delusi, halusinasi, gangguan kemampuan berpikir, perilaku yang aneh dan agresif. Sedangkan gejala negatif cenderung tidak berdampak pada orang lain, dan kadang bisa dijumpai pada non-penderita. Penderita mengalami kehilangan ciri khasnya, misalnya kehilangan ekspresi emosi, menarik diri dari lingkungan sosial.

Teori Dopamin 
Teori dopamin menyatakan bahwa pada kondisi skizofrenia terjadi hiperaktivitas dopamin di otak (jalur mesolimbik). Teori ini didukung fakta bahwa penggunaan Amfetamin yang dapat merangsang pelepasan dopamin menghasilkan gejala-gejala mirip dengan kondisi skizofrenia akut. Penggunaan agonis reseptor dopamin-D2, misalnya Apomorfin, dan Bromokroptin memperparah gejala-gejala skizofrenia. Selain itu, neurotransmitter lainnya, yaitu glutamat, serotonin (5-HT) dan norepinefrin terlibat dalam patofisiologi penyakit skizofrenia. Serotonin sendiri mempunyai efek modulasi pada jalur dopamin. Reseptor 5-HT2A merupakan target aksi obat antipsikotik tipikal, yang relatif lebih selektif terhadap reseptor dopamin.

Klasifikasi Obat 
Semua obat antipsikotik bekerja dengan cara mengeblok aktivitas dopamin, dan kebanyakan juga mengeblok reseptor serotonin (5-HT2A). Obat antipsikotik dibagi menjadi 2, yaitu : 1) tipikal atau klasik dan 2) atipikal. Perbedaan dari keduanya lebiih kepada generasi penemuannya. Antipsikotik atipikal adalah yang relatif baru dibandingkan dengan antipsikotik tipikal. Disamping itu, obat antipsikotik atipikal mempunyai efek ekstrapiramidal yang relatif lebih ringan. Kedua jenis obat juga menghambat beberapa reseptor lainnya, seperti reseptor α adrenergik, asetilkolin muskarinik dan histamin. Hal ini terkait dengan efek samping dari obat tersebut, misalnya penghambatan reseptor muskarinik menyebabkan mulut kering, konstipasi, retensi urine, dan pandangan menjadi kabur. Penghambatan pada reseptor histamin mengyebabkan efek sedasi, sedangkan penghambatan pada reseptor α1 adrenergik menyebabkan hipotensi ortostatika.

Antipsikotik tipikal 
Obat ini beraksi terutama dalam menghambat reseptor dopamin terutama reseptor dopamin D-2, dan juga menghambat reseptor asetilkolin muskarinik, alfa adrenergik, histamin (H-1) dan serotonin (5-HT2A). Aktivitas antipsikotik obat ini berkaitan dengan aktivitasnya pada reseptor dopamin D-2. Contoh obat dalam golongan ini adalah Klorpromazin, Haloperidol, Asetofenazin, Klorprotiksen, Mesoridazen, Perfenazin, Thioridazin dan Proklorferazin. Obat ini dapat menghasilkan efek samping ekstrapiramidal yang meliputi distonia akut, akatisia, gejala parkinson dan tardive dyskinesia. Efek tersebut muncul sebagai hasil dari pengeblokan reseptor  dopamin D-2  di bagian striatum pada basal ganglia.
Distonia akut meliputi spasme pada otot muka, lidah, leher maupun punggung. Sedangkan akatisia merupakan keadaan kegelisahan motorik, misalnya perasaan gelisah, ketidakmampuan dalam beristirahat dengan baik. Gejala Parkinsonisme meliputi meliputi rigiditas (kekakuan), tremor,  dan berjalan dengan menyeret kaki. Sedangkan tardive dyskinesia adalah kondisi dimana terjadi gerakan sendiri yang berulang-ulang pada bagian wajah dan sekitarnya. Gejala ini merupakan masalah serius yang biasa ditemui pada pengobatan dengan menggunakan obat ini, dan insidensinya mencapai 20-40%. Dalam kaitan dengan efek samping ekstrapiramidal, semakin poten suatu obat antipsikotik maka efek samping ekstrapiramidalnya juga semakin meningkat. Sedangkan apabila efek antikolinergiknya semakin poten maka efek samping tersebut semakin rendah. Dari fakta farmakologis, gangguan pergerakan  pada efek samping ekstrapiramidal dapat dikurangi dengan adanya aktivitas antikolonergik tersebut. Asetilkolin mempunyai aksi yang berlawanan dengan dopamin di basal ganglia. Berikut ini adalah urutan potensi antipsikotik obat tipikal dan urutan potensi efek samping ekstrapiramidal dari tinggi ke rendah :
Haloperidol – Flufenazin – Klorpromazin – Thiohidrazin. 

Antipsikotik atipikal 
Obat ini beraksi terutama pada dua reseptor yaitu reseptor serotonin (5-HT2A) dan dopamin, meskipun penghambatan pada reseptor serotonin lebih poten dibandingkan dengan penghambatan pada reseptor dopamin. Seperti halnya obat tipikal, obat golongan atipikal juga menghambat reseptor asetilkolin muskarinik, alfa adrenergik, dan histamin (H-1). Obat golongan ini memiliki efek samping ekstrapiramidal yang rendah, bahkan Klozapin tidak menunjukkan efek samping pada ekstrapiramidal. Contoh obat-obatan yang termasuk dalam golongan antipsikotik atipikal selain Klozapin adalah Sulpirid, Risperidon, Sertindol, Quetiapin dan Olanzapin. Meskipun Klozapin tidak menyebabkan efek samping pada ekstrapiramidal, namun dapat menyebabkan agranulositosis meskipun insidensinya rendah (1-2%). Pada pasien yang mendapat terapi dengan obat tersebut, kandungan sel darah putih perlu dimonitor. 

Sumber : Dr. Agung Endro Nugroho. 2011. Farmakologi Obat-Obat Penting Dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Baca selengkapnya

Thursday 3 March 2016

Sistem Saraf Pada Manusia

Sistem saraf pada manusia, salah satunya adalah otak sebagai bagian dari sistem saraf, mengatur dan mengkoordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh. Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang saling berhubung dan fital untuk perkembangan bahasa, pikiran dan ingatan. Unis terkecil dalam sistem saraf adalah neuron yang diikat oleh sel-sel glia.
Fungsi sistem saraf
1.    Sebagai penerima informasi dalam bentuk stimulasi
2.    Memproses informasi yang diterima
3.    Memberi respon/reaksi terhadap stimulasi.
Rasa nikmat dan lezat dari setiap makanan yang dirasakan dipengaruhi oleh adanya rangsangan pada lidah. Ungkapan rasa sakit seperti mengucapkan kata “aduh” juga terkait rangsangan pada bagian tertentu tubuh kita. Oleh karena itu, rangsangan (stimulus) diartikan sebagai segala sesuatu yang menyebabkan perubahan pada tubuh atau bagian tubuh tertentu. Sedangkan alat tubuh yang menerima rangsa ng an tersebut dinamakan indra (reseptor). Adanya reseptor, memungkinkan rangsangan dihantarkan menuju sistem saraf pusat. Di dalam saraf pusat, rangsangan akan diolah untuk dikirim kembali menuju efektor, seperti otot dan tulang oleh suatu sel saraf sehingga terjadi tanggapan (respons).
Sementara itu, rangsangan yang menuju tubuh dapat berasal dari bau, rasa (seperti pahit, manis, asam, dan asin), sentuhan, cahaya, suhu, tekanan, dan gaya berat. Rangsang an semacam ini akan diterima oleh indra penerima yang disebut reseptor luar (eksteroseptor).
Sedangkan rangsangan yang berasal dari dalam tubuh misalnya rasa lapar, kenyang, nyeri, maupun kelelahan akan diterima oleh indra yang dinamakan reseptor dalam (interoseptor). Tentu semua rangsangan ini dapat kita rasakan karena pada tubuh kita terdapat sel-sel reseptor.

Sel Saraf (Neuron)
Sistem saraf tersusun atas miliaran sel yang sangat khusus yang disebut sel saraf (neuron). Setiap neuron tersusun atas badan sel, dendrit, dan akson (neurit).
Badan sel merupakan bagian sel saraf yang mengandung nukleus (inti sel) dan tersusun pula sitoplasma yang bergranuler dengan warna kelabu. Di dalamnya juga terdapat membran sel, nukleolus (anak inti sel), dan retikulum endoplasma. Retikulum endoplasma tersebut memiliki struktur berkelompok yang disebut badan Nissl.
Pada badan sel terdapat bagian yang berupa serabut de ngan penjuluran pendek. Bagian ini disebut dendrit. Dendrit memiliki struktur yang bercabang-cabang (seperti pohon) dengan berbagai bentuk dan ukuran. Fungsi dendrit adalah menerima impuls (rangsang) yang datang dari reseptor. Kemudian impuls tersebut dibawa menuju ke badan sel saraf. Selain itu, pada badan sel juga terdapat penjuluran panjang dan kebanyakan tidak bercabang. Namanya adalah akson atau neurit. Akson berperan dalam menghantarkan impuls dari badan sel menuju efektor, seperti otot dan kelenjar. Walaupun diameter akson hanya beberapa mikrometer, namun panjangnya bisa mencapai 1 hingga 2 meter.
Supaya informasi atau impuls yang dibawa tidak bocor (sebagaiisolator), akson dilindungi oleh selubung lemak yang kemilau. Kita bisa menyebutnya selubung mielin. Selubung mielin dikelilingi oleh sel-sel Schwan. Selubung mielin tersebut dihasilkan oleh selsel pendukung yang disebut oligodendrosit. Sementara itu, pada akson terdapat bagian yang tidak terlindungi oleh selubung mielin. Bagian ini disebut nodus Ranvier, yang berfungsi memperbanyak impuls saraf atau mempercepat jalannya impuls.
Berdasarkan struktur dan fungsinya, neuron dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu neuron sensorik, neuron motorik, asosiasi dan adjustor.
1.  Saraf sensorik, berfungsi menghantar impuls (pesan) dari reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medulla spinalis). Ujung akson dari saraf sensorik berhubungan dengan saraf asosiasi/penghubung (intermediet).
2. Saraf motorik, mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel saraf motorik berada pada sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang terdapaty di sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf sensorik atau berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensorik atau sel saraf asosiasi lainnya. Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit bergabung dalam satu selubung dan membentuk urat saraf. Sedangkan badan sel saraf, berkumpul membentuk ganglion atau simpul saraf.
3. Saraf asosiasi (penghubung), terdapat pada sistrem saraf pusat yang berfungsi menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf sensorik atau berhunungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel saraf asosiasi menerima impuls dari reseptor sensorik atau sel saraf asosiasi lainnya.
4.  Saraf adjustor, berfungsi sebagai penghubung saraf sensorik dan motorik di sumsum tulang belakang dan otak.
Impuls
Sel-sel saraf bekerja secara kimiawi. Sel saraf yang sedang tidak aktif mempunyai potensial listrik yang disebut potensial istirahat. Jika ada rangsang, misalnya sentuhan, potensial istirahat berubah menjadi potensial aksi. Potensial aksi merambat dalam bentuk arus listrik yang disebut impuls yang merambat dari sel saraf ke sel saraf berikutnya sampai ke pusat saraf atau sebaliknya. Jadi, impuls adalah arus listrik yang timbul akibat adanya rangsang.

Sinapsis
Dalam pelaksanaannya, sel-sel saraf bekerja bersama-sama. Pada saat datang rangsang, impuls mengalir dari satu sel saraf ke sel saraf penghubung, sampai ke pusat saraf atau sebaliknya dari pusat saraf ke sel saraf terus ke efektor. Hubungan antara dua sel saraf disebut sinapsis.
Ujung neurit bercabang-cabang, dan ujung cabang yang berhubungan dengan sel saraf lain membesar disebut bongkol sinaps (knob). Pada hubungan dua sel saraf yang disebut sinaps tersebut, dilaksanakan dengan melekatnya neurit dengan dendrit atau dinding sel. Jika impuls sampai ke bongkol sinaps pada bongkol sinaps akan disintesis zat penghubung atau neurotransmiter, misalnya zat asetilkolin.
Dengan zat transmiter inilah akan terjadi potensial aksi pada dendrite yang berubah menjadi impuls pada sel saraf yang dihubunginya. Setelah itu, asetilkolin akan segera tidak aktif karena diuraikan oleh enzim kolin esterase menjadi asetat dan kolin.

Mekanisme Penghantaran Impuls Saraf
Seperti halnya jaringan komputer, sistem saraf mengirimkan sinyalsinyal listrik yang sangat kecil dan bolak-balik, dengan membawa informasi dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain. Sinyal listrik tersebut dinamakan impuls (rangsangan). Ada dua cara yang dilakukan neuron sensorik untuk menghantarkan impuls tersebut, yakni melalui membran sel atau membran plasma dan sinapsis.

Penghantaran Impuls Saraf melalui Membran Plasma
Di dalam neuron, sebenarnya terdapat membran plasma yang sifatnya semipermeabel. Membran plasma neuron tersebut berfungsimelindungi cairan sitoplasma yang berada di dalamnya. Hanya ion-ion tertentu akan dapat bertranspor aktif melewati membran plasma menuju membran plasma neuron lain.
Apabila tidak terdapat rangsangan atau neuron dalam keadaan istirahat, sitoplasma di dalam membran plasma bermuatan listrik negatif, sedangkan cairan di luar membran bermuatan positif. Keadaan yang demikian dinamakan polarisasi atau potensial istirahat. Perbedaan muatan ini terjadi karena adanya mekanisme transpor aktif yakni pompa natrium-kalium. Konsentrasi ion natrium (Na+) di luar membrane plasma dari suatu akson neuron lebih tinggi dibandingkan konsentrasi di dalamnya. Sebaliknya, konsentrasi ion kalium (K+) di dalamnya lebih besar daripada di luar. Akibatnya, mekanisme transpor aktif terjadi pada membran plasma.
Kemudian, apabila neuron dirangsang dengan kuat, permeabilitas membran plasma terhadap ion Na+ berubah meningkat. Peningkatan permeabilitas membran ini menjadikan ion Na+ berdifusi ke dalam membran, sehingga muatan sitoplasma berubah menjadi positif. Fase seperti ini dinamakan depolarisasi atau potensial aksi.
Sementara itu, ion K+ akan segera berdifusi keluar melewati membrane Fase ini dinamakan repolarisasi. Perbedaan muatan pada bagian yang mengalami polarisasi dan depolarisasi akan menimbulkan arus listrik.
Nah, kondisi depolarisasi ini akan berlangsung secara terus-menerus, sehingga menyebabkan arus listrik. Dengan demikian, impuls saraf akan terhantar sepanjang akson. Setelah impuls terhantar, bagian yang mengalami depolarisasi akan meng alami fase istirahat kembali dan tidak ada impuls yang lewat. Waktu pemulihan ini dinamakan fase refraktori atau undershoot.

Macam-Macam Gerak
Sebagai bukti adanya penghantaran impuls oleh saraf adalah timbulnya gerak pada anggota tubuh. Gerakan tersebut terjadi karena proses yang disadari yang disebut juga gerak sadar atau gerakan biasa, sedangkan gerak yang tidak disadari disebut gerak refleks.

1. Gerakan biasa atau gerak sadar
Yaitu gerak yang terjadi melalui serangkaian alur impuls. Alur impuls tersebut dimulai dari reseptor sebagai penerima rangsangan, lalu ke saraf sensorik sebagai penghantar impuls, kemudian dibawa ke saraf pusat yaitu otak untuk diolah.
Akhirnya muncul tanggapan yang akan disampaikan ke saraf motorik menuju ke efektor dalam bentuk gerak yang disadari.
Contoh gerakan sadar antara lain: berjalan, olah raga, makan, minum dan sebagainya.

2. Gerakan yang tidak disadari atau gerak refleks
Merupakan suatu reaksi yang bersifat otomatis atau tanpa disadari. Impuls saraf pada gerak refleks melalui alur impuls pendek. Alur impuls dimulai dari reseptor sebagai penerima rangsangan, kemudian dibawa oleh neuron ke sumsum tulang belakang, tanpa diolah oleh pusat saraf. Kemudian tanggapan dikirim oleh saraf motorik menuju ke efektor. Alur impuls pada gerak refleks disebut lengkung refleks.
Ada dua macam gerak refleks yaitu:
a. Refleks otak, adalah gerak refleks yang melibatkan saraf perantara yang terletak di otak, misalnya berkedipnya mata, refleks pupil mata karena rangsangan cahaya.
b. Refleks sumsum tulang belakang, adalah gerak refleks yang melibatkan saraf perantara yang terletak di sumsum tulang belakang, misalnya sentakan lutut karena kaki menginjak batu yang runcing.

Sistem Syaraf
Setiap impuls saraf akan berhubungan dengan sistem saraf, yang terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak sadar atau sistem saraf otonom, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berikut:
1. Syaraf Pusat
Otak
Seluruh aktivitas tubuh manusia dikendalikan oleh sistem saraf pusat. Sistem ini yang mengintegrasikan dan mengolah semua pesan yang masuk untuk membuat keputusan atau perintah yang akan dihantarkan melalui saraf motorik ke otot atau kelenjar. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, sedangkan sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Selain itu kedua organ tersebut dilindungi oleh selaput yang terdiri dari jaringan ikat yang disebut meninges. Meninges tersusun atas tiga lapisan yaitu: piameter, arachnoid dan durameter. Piameter, merupakan lapisan paling dalam yang banyak mengandung pembuluh darah. Arachnoid, merupakan lapisan tengah berupa selaput jaring yang lembut. Antara arachnoid dengan piameter terdapat rongga arachnoid yang berisi cairan. Durameter, merupakan lapisan paling luar, yang berupa membran tebal fibrosa yang melapisi dan melekat pada tulang.
Otak dibagi menjadi tiga bagian yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Pembagian daerah ini tampak nyata hanya selama perkembangan otak pada fase embrio. Otak pada manusia dewasa terdiri dari beberapa bagian (lobus). Bagian-bagian dari otak adalah:
a.  Otak Besar
Otak besar mengisi penuh bagian depan dari rongga tengkorak, dan terdiri dari dua belahan (hemifer) besar, yaitu belahan kiri dan belahan kanan,. Setiap belahan mengendalikan bagian tubuh yang berlawanan, yaitu belahan kiri mengatur tubuh bagian kanan, sebaliknya belahan kanan mengatur tubuh bagian kiri. otak besar terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan luar (korteks) yang berisi badan neuron dan lapisan dalam yang berisi serabut saraf yaitu dendrit dan neurit. Otak besar terbagi menjadi empat lobus, yaitu lobus frontalis (bagian dahi), lobus parietalis (bagian ubun-ubun), lobus temporalis (bagian pelipis), lobus oksipitalis (bagian belakang kepala).
Otak besar merupakan saraf pusat yang utama karena berperan dalam pengaturan seluruh aktivitas tubuh,yaitu kecerdasan, keinginan, ingatan, kesadaran, kepribadian, daya cipta, daya khayal, pendengaran, pernapasan dan sebagainya. Setiap aktivitas akan dikendalikan oleh bagian yang berbeda, yaitu: Lobus frontalis (daerah dahi), berhubungan dengan kemampuan berpikir. Lobus temporalis (daerah pelipis), dan ubun-ubun mengendalikan kemampuan berbicara dan bahasa. Daerah belakang kepala merupakan pusat penglihatan dan memori tentang apa yang dilihat. Daerah ubun-ubun selain sebagai pusat berbicara juga pusat untuk merasakan dingin, panas, dan rasa sakit. Daerah pelipis selain sebagai pusat bicara juga sebagai pusat pendengaran.

b.  Otak tengah (mesencephalon)
Otak tengah manusia berbentuk kecil dan tidak terlalu mencolok. Di dalam otak tengah terdapat bagian-bagian seperti lobus optik yang mengatur gerak bola mata dan kolikulus inferior yang mengatur pendengaran. Otak tengah berfungsi menyampaikan impuls antara otak depan dan otak belakang, kemudian antara otak depan dan mata.

c.  Otak belakang
Otak belakang terletak di bawah lobus oksipital serebrum, terdiri atas dua belahan dan permukaannya berlekuk-lekuk. Otak belakang terdiri atas tiga bagian utama yaitu: jembatan Varol (pons Varolli), otak kecil (serebelum), dan sumsum lanjutan (medula oblongata). Ketiga bagian otak belakang ini membentuk batang otak. Jembatan Varol berisi serabut yang menghubungkan lobus kiri dan lobus kanan otak kecil, menghubungkan antara otak kecil dengan korteks otak besar. Otak kecil, terletak di bawah bagian belakang otak belakang, terdiri atas dua belahan yang berliku-liku sangat dalam. Otak kecil berperan sebagai pusat keseimbangan, koordinasi kegiatan otak, koordinasi kerja otot dan rangka. Sumsum lanjutan, medula oblongata membentuk bagian bawah batang otak, berfungsi sebagai pusat pengatur refleks fisiologis, misalnya pernapasan, detak jantung, tekanan darah, suhu tubuh, gerak alat pencernaan, gerak refleks seperti batuk, bersin, dan mata berkedip.
Sumsum Tulang Belakang
Sumsum tulang belakang atau tali spinal merupakan tali putih kemilau berbentuk tabung dari dasar otak menuju ke tulang belakang. Pada irisan melintangnya, tampak ada dua bagian, yakni bagian luar yang berpenampakan putih dan bagian dalam yang berpenampakan abu-abu dengan berbentuk kupu-kupu. Bagian luar sumsum tulang belakang berwarna putih, karena tersusun oleh akson dan dendrit yang berselubung mielin. Sedangkan bagian dalamnya berwarna abu-abu, tersusun oleh badan sel yang tak berselubung mielin dari interneuron dan neuron motorik.
Apabila sumsum tulang belakang diiris secara vertikal, bagian dalam berwarna abu-abu terdapat saluran tengah yang disebut ventrikel dan berisi cairan serebrospinal. Ventrikel ini berhubungan juga dengan ventrikel di dalam otak. Bagian dalamnya mempunyai dua akar saraf yaitu akar dorsal yang berisi saraf sensorik ke arah punggung, dan akar ventral yang berisi saraf motorik ke arah perut.
Sumsum tulang belakang memiliki fungsi penting dalam tubuh. Fungsi tersebut antara lain menghubungkan impuls dari saraf sensorik ke otak dan sebaliknya, menghubungkan impuls dari otak ke saraf motorik; memungkinkan menjadi jalur terpendek pada gerak refleks. Mekanisme penghantaran impuls yang terjadi pada tulang belakang yakni sebagai berikut; rangsangan dari reseptor dibawa oleh neuron sensorik menuju sumsum tulang belakang melalui akar dorsal untuk diolah dan ditanggapi. Selanjutnya, impuls dibawa neuron motorik melalui akar ventral ke efektor untuk direspons.

2. Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi dinamakan pula sistem saraf perifer. Sistem saraf tepi merupakan bagian dari sistem saraf tubuh yang meneruskan rangsangan (impuls) menuju dan dari system saraf pusat. Karena itu, di dalamnya terdapat serabut saraf sensorik (saraf aferen) dan serabut saraf motorik (saraf eferen).
Serabut saraf sensorik adalah sekumpulan neuron yang menghantarkan impuls dari reseptor menuju sistem saraf pusat. Sedangkan serabut saraf motorik berperan dalam menghantarkan impuls dari sistem saraf pusat menuju efektor (otot dan kelenjar) untuk ditanggapi.
Berdasarkan asalnya, sistem saraf tepi terbagi atas saraf kranial dan saraf spinal yang masing-masing berpasangan, serta ganglia (tunggal: ganglion). Saraf kranial merupakan semua saraf yang keluar dari permukaan dorsal otak. Saraf spinal ialah semua saraf yang keluar dari kedua sisi tulang belakang. Masing-masing saraf ini mempunyai karakteristik fungsi dan jumlah saraf yang berbeda. Sementara itu, ganglia merupakan kumpul an badan sel saraf yang membentuk simpul-simpul saraf dan di luar sistem saraf pusat.
Berdasarkan cara kerjanya sistem saraf tepi dibedakan menjadi dua yaitu :
a.  Sistem saraf sadar,
Yaitu sistem saraf yang mengatur segala gerakan yang dilakukan secara sadar atau dibawah koordinasi saraf pusat atau otak. Berdasarkan asalnya sistem saraf sadar dibedakan menjadi dua yaitu: sistem saraf kepala (cranial) dan sistem saraf tulang belakang (spinal).
b. Sistem saraf tak sadar
Berdasarkan sifat kerjanya saraf tak sadar dibedakan menjadi dua yaitu: saraf simpatik dan saraf parasimpatik.

Sistem Saraf Tak Sadar (Saraf Otonom)
Sistem saraf tak sadar disebut juga saraf otonom adalah sistem saraf yang bekerja tanpa diperintah oleh sistem saraf pusat dan terletak khusus pada sumsum tulang belakang. Sistem saraf otonom terdiri dari neuron-neuron motorik yang mengatur kegiatan organ-organ dalam, misalnya jantung, paru-paru, ginjal, kelenjar keringat, otot polos sistem pencernaan, otot polos pembuluh darah. Berdasarkan sifat kerjanya, sistem saraf otonom dibedakan menjadi dua yaitu saraf simpatik dan saraf parasimpatik. Saraf simpatik memiliki ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang yang menempel pada sumsum tulang belakang, sehingga memilki serabut pra-ganglion pendek dan serabut post ganglion yang panjang. Serabut pra-ganglion yaitu serabut saraf yang yang menuju ganglion dan serabut saraf yang keluar dari ganglion disebut serabut post-ganglion. Saraf parasimpatik berupa susunan saraf yang berhubungan dengan ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Sebelum sampai pada organ serabut saraf akan mempunyai sinaps pada sebuah ganglion seperti pada bagan berikut. Saraf parasimpatik memiliki serabut pra-ganglion yang panjang dan serabut post-ganglion pendek. Saraf simpatik dan parasimpatik bekerja pada efektor yang sama tetapi pengaruh kerjanya berlawanan sehingga keduanya bersifat antagonis.
Contoh fungsi saraf simpatik dan saraf parasimpatik antara lain: Saraf simpatik mempercepat denyut jantung, memperlambat proses pencernaan, merangsang ereksi, memperkecil diameter pembuluh arteri, memperbesar pupil, memperkecil bronkus dan mengembangkan kantung kemih, sedangkan saraf parasimpatik dapat memperlambat denyut jantung, mempercepat proses pencernaan, menghambat ereksi, memperbesar diameter pembuluh arteri, memperkecil pupil, mempebesar bronkus dan mengerutkan kantung kemih.
Baca selengkapnya

Diabetes Insipidus dan Penanganannya

Pengertian Diabetes Insipidus 
Diabetes insipidus adalah kondisi yang cukup langka, dengan gejala selalu merasa haus dan pada saat bersamaan sering membuang air kecil dalam jumlah yang sangat banyak. Jika sangat parah, penderitanya bisa mengeluarkan air kencing sebanyak 20 liter dalam sehari.
Diabetes insipidus sendiri berbeda dengan diabetes melitus. Diabetes melitus adalah penyakit jangka panjang yang ditandai dengan kadar gula darah di atas normal. Diabetes insipidus, pada lain sisi tidak terkait dengan kadar gula dalam darah.

Penyebab Diabetes Insipidus 
Terjadinya diabetes insipidus dikarenakan gangguan pada hormon antidiuretik (antidiuretic hormone/ADH) yang mengatur jumlah cairan dalam tubuh. Hormon ini dihasilkan hipotalamus, yaitu jaringan khusus di otak. Hormon ini disimpan oleh kelenjar pituitari setelah dihasilkan oleh hipotalamus.
Kelenjar pituitari akan mengeluarkan hormon antidiuretik ini saat kadar air di dalam tubuh terlalu rendah. ‘Antidiuretik’ berarti bersifat berlawanan dengan ‘diuresis’. ‘Diuresis’ sendiri berarti produksi urine. Hormon antidiuretik ini membantu mempertahankan air di dalam tubuh dengan mengurangi jumlah cairan yang terbuang melalui ginjal dalam bentuk urine.
Yang menyebabkan terjadinya diabetes insipidus adalah produksi hormon antidiuretik yang berkurang atau ketika ginjal tidak lagi merespons seperti biasa terhadap hormon antidiuretik. Akibatnya, ginjal mengeluarkan terlalu banyak cairan dan tidak bisa menghasilkan urine yang pekat. Orang yang mengalami kondisi ini akan selalu merasa haus dan minum lebih banyak karena berusaha mengimbangi banyaknya cairan yang hilang.

Diabetes insipidus sendiri terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu: 
  1. Diabetes insipidus kranial. Diabetes insipidus jenis ini yang paling umum terjadi. Disebabkan tubuh tidak memiliki cukup hormon antidiuretik dari hipotalamus. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kerusakan pada hipotalamus atau pada kelenjar pituitari. Kerusakan yang terjadi bisa diakibatkan oleh terjadinya infeksi, operasi, cedera otak, atau tumor otak. 
  2. Diabetes insipidus nefrogenik. Diabetes insipidus jenis ini muncul ketika tubuh memiliki hormon antidiuretik yang cukup untuk mengatur produksi urine, tapi organ ginjal tidak merespons terhadapnya. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh kerusakan fungsi organ ginjal atau sebagai kondisi keturunan. Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi penyakit mental, seperti lithium, juga bisa menyebabkan diabetes insipidus jenis ini.
Jika Anda mengalami gejala diabetes insipidus, seperti selalu merasa haus dan buang air kecil melebihi dari biasanya, sebaiknya segera temui dokter. Mungkin yang Anda alami bukan diabetes insipidus, tapi akan lebih baik untuk mengetahui penyebabnya. 
Orang dewasa buang air kecil sebanyak 4-7 kali dalam sehari, sedangkan anak kecil melakukannya hingga 10 kali dalam sehari. Hal ini dikarenakan kandung kemih anak-anak berukuran lebih kecil. Dokter akan melakukan beberapa tes untuk mengetahui penyebab pastinya dan diagnosis terhadap kondisi yang dialami.

Pengobatan Diabetes Insipidus 
Pada diabetes insipidus kranial, pengobatan mungkin tidak perlu dilakukan pada kasus yang ringan. Untuk mengimbangi jumlah cairan yang terbuang, Anda perlu mengonsumsi air lebih banyak. Terdapat obat yang berfungsi untuk meniru peran hormon antidiuretik bernama desmopressin. Jika memang diperlukan, Anda bisa mengonsumsi obat ini.
Sedangkan pada diabetes insipidus nefrogenik, obat yang digunakan untuk mengatasinya adalah thiazide diuretik. Obat ini berfungsi menurunkan jumlah urine yang dihasilkan oleh organ ginjal.

Komplikasi Diabetes Insipidus 
Rendahnya jumlah air atau cairan dalam tubuh dinamakan dehidrasi. Ini adalah salah satu komplikasi yang disebabkan oleh diabetes insipidus. Jika dehidrasi yang terjadi cukup ringan, Anda bisa minum oralit untuk mengatasinya. Tapi penanganan di rumah sakit akan diperlukan jika dehidrasi yang dialami cukup parah.

Gejala Diabetes Insipidus 
Gejala utama dari diabetes insipidus adalah selalu merasa haus dan sering buang air kecil dalam jumlah banyak. Anda akan selalu dihantui perasaan haus meski sudah minum banyak sekali air.
Jumlah urine yang dikeluarkan penderita diabetes insipidus tiap harinya adalah sekitar 3-20 liter, mulai dari kasus diabetes insipidus yang ringan hingga kasus yang paling parah. Kencing yang dialami penderita kondisi ini bisa sebanyak 3-4 kali per jam.
Gejala yang muncul di atas bisa mengganggu aktivitas sehari-hari maupun pola tidur Anda. Akibatnya akan muncul rasa lelah, mudah marah, dan sulit untuk berkonsentrasi dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Diabetes insipidus pada anak-anak mungkin lebih sulit untuk dikenali, apalagi anak tersebut belum bisa berkomunikasi dengan baik. Gejala pada anak yang menderita dengan diabetes insipidus adalah:
  1. Mengompol pada waktu tidur. 
  2. Mudah terusik atau marah. 
  3. Menangis secara berlebihan.
  4. Suhu tubuh tinggi atau hipertermia. 
  5. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. 
  6. Kehilangan selera makan. 
  7. Merasa kelelahan dan keletihan. 
  8. Pertumbuhan lebih lambat. 
Pastikan untuk segera memeriksakan diri ke dokter jika Anda mengalami dua gejala utama dari diabetes insipidus, yaitu selalu merasa haus dan sering buang air kecil dalam jumlah banyak.

Penyebab Diabetes Insipidus 
Hipotalamus, jaringan di otak yang mengendalikan suasana hati dan nafsu makan, adalah organ yang menghasilkan hormon antidiuretik. Hormon ini akan disimpan di dalam kelenjar pituitari sampai dibutuhkan. Kelenjar pituitari sendiri berada di bawah otak, dan berada di belakang batang hidung. Kelenjar ini akan melepaskan hormon antidiuretik saat kadar air tubuh menurun untuk menghentikan produksi urine di ginjal.
Diabetes insipidus terjadi ketika hormon antidiuretik terganggu dalam mengatur kadar air tubuh. Akibatnya, tubuh memproduksi banyak urine dan membuang air dalam jumlah yang sangat banyak.
Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang kedua jenis diabetes insipidus.

Diabetes insipidus kranial 
Ini adalah kondisi ketika tubuh tidak menghasilkan cukup banyak hormon antidiuretik dan mengakibatkan banyaknya air yang terbuang dalam urine. Di bawah ini adalah beberapa penyebab paling umum dari diabetes insipidus jenis ini, yaitu:
  1. Sekitar 16 persen kasus diabetes insipidus kranial disebabkan karena cedera kepala parah yang merusak hipotalamus atau kelenjar pituitari. 
  2. Sekitar 20 persen kasus diabetes insipidus kranial disebabkan karena komplikasi akibat operasi otak yang merusak hipotalamus atau kelenjar pituitari. 
  3. Sekitar 25 persen kasus diabetes insipidus kranial disebabkan karena tumor otak yang merusak hipotalamus atau kelenjar pituitari.
Berikut ini beberapa penyebab diabetes insipidus kranial yang lebih jarang terjadi. 
  1. Kanker otak. 
  2. Kekurangan oksigen pada otak misalnya akibat stroke. 
  3. Terjadinya infeksi yang merusak otak, misalnya ensefalitis dan meningitis. 
  4. Sindrom Wolfarm merupakan kelainan  genetik langka yang bisa menyebabkan kehilangan pandangan.
Sekitar 1 dari 3 kasus diabetes insipidus kranial tidak diketahui penyebabnya.

Diabetes insipidus nefrogenik 
Ini adalah kondisi ketika hormon antidiuretik dihasilkan sesuai dengan kadar yang dibutuhkan oleh tubuh. Tapi organ ginjal tidak sensitif atau tidak merespons terhadap hormon ini.
Hormon antidiuretik normalnya akan mengirim sinyal pada jaringan nefron yang berada di dalam ginjal. Nefron adalah struktur kecil yang mengendalikan berapa banyak air yang diserap oleh tubuh dan berapa banyak air yang dikeluarkan dalam bentuk urine. Bagi orang yang menderita diabetes insipidus nefrogenik, proses pengiriman sinyal ini terganggu. Akibatnya, orang yang mengalaminya akan selalu merasa haus karena urine terbuang dalam jumlah yang banyak. Diabetes insipidus nefrogenik sendiri terbagi menjadi dua jenis: 
  1. Congenital nephrogenic diabetes insipidus atau dikenal dengan diabetes insipidus nefrogenik kongenital. Penderita diabetes nefrogenik kongenital terlahir dengan kondisi demikian. Terdapat dua jenis mutasi atau perubahan genetika yang menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik kongenital, yaitu AVPR2 dan AQP2. Mutasi genetika AVPR2 hanya bisa ditularkan dari ibu kepada putranya. Mutasi jenis ini terjadi pada 9 dari 10 penderita. Sedangkan mutasi genetika AQP2 terjadi pada 1 dari 10 kasus diabetes insipidus nefrogenik kongenital dan bisa memengaruhi baik laki-laki maupun perempuan. 
  2. Acquired nephrogenic diabetes insipidus. Penderita diabetes insipidus jenis ini tidak terlahir dengan kondisi ini. Faktor penyebab acquired nephrogenic diabetes insipidus yang paling umum adalah efek samping lithium. Lithium sendiri adalah obat yang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang, sel-sel organ ginjal bisa rusak dan kemudian tidak lagi bisa merespons hormon antidiuretik. Hampir 50 persen orang akan mengalami diabetes insipidus nefrogenik jika mengonsumsi obat ini dalam jangka panjang. Pastikan untuk melakukan pemeriksaan organ ginjal tiap tiga bulan sekali selama Anda mengonsumsi lithium. Penyebab lain dari kondisi ini selain lithium adalah: 1) Pielonefritis atau infeksi ginjal. Organ ginjal mengalami kerusakan karena infeksi; 2) Obstruksi saluran kemih. Terhambatnya satu atau kedua saluran kemih yang menghubungkan organ ginjal ke kandung kemih, seperti batu ginjal 3) Hiperkalemia. Jumlah kalsium berlebih dalam darah yang bisa merusak ginjal; 4) Hipokalemia. Jumlah potasium dalam darah sedikit, padahal semua sel dalam tubuh membutuhkan potasium untuk berfungsi dengan benar.
Diagnosis Diabetes Insipidus 
Diabetes insipidus memiliki gejala yang mirip dengan diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2, seperti haus dan sering buang air kecil. Dokter akan menanyakan tentang gejala yang Anda alami dan mungkin melakukan beberapa tes untuk memastikan Anda menderita kondisi yang mana.
Rujukan menemui dokter spesialis gangguan hormon mungkin akan diberikan untuk melakukan tes-tes ini: 
  1. Tes deprivasi air. Dalam tes ini Anda diharuskan untuk tidak mengonsumsi cairan selama beberapa jam untuk melihat reaksi tubuh Anda. Jika kondisi Anda normal, Anda hanya akan buang air kecil sedikit dan dengan konsentrasi yang lebih pekat. Tapi jika Anda menderita diabetes insipidus, Anda akan membuang air kecil dalam jumlah yang banyak. 
  2. Tes darah dan tes urine. Tes darah dilakukan untuk mengetahui kadar hormon antidiuretik di dalam darah. Selain darah, pemeriksaan urine juga akan dilakukan untuk mengetahui beberapa unsur lain, seperti glukosa, kalsium, dan potasium. Urine dari penderita diabetes insipidus akan sangat encer. Jika kadar glukosa tinggi, maka yang diderita adalah diabetes tipe 1 atau diabetes tipe 2. 
  3. Tes hormon antidiuretik. Tes ini akan menunjukkan reaksi tubuh Anda terhadap hormon antidiuretik yang diberikan melalui suntikan untuk mengetahui diabetes insipidus jenis apa yang diderita. Prosedur ini dilakukan setelah tes deprivasi air, jika hormon yang diberikan membantu Anda berhenti memproduksi urine, berarti Anda menderita diabetes insipidus kranial akibat kekurangan hormon antidiuretik. Tapi jika Anda tetap memproduksi banyak urine, berarti Anda mengalami gangguan ginjal atau diabetes insipidus nefrogenik. 
  4. MRI. Jika dokter spesialis penyakit hormon menduga Anda menderita diabetes insipidus kranial karena kerusakan pada hipotalamus atau kelenjar pituitari, MRI dilakukan untuk menyelidiki lebih lanjut. Dokter akan melihat ketidaknormalan pada hipotalamus atau kelenjar pituitari, misalnya apakah terdapat tumor.
Pengobatan Diabetes Insipidus 
Pengobatan diabetes insipidus bergantung kepada jenis yang diderita. Pengobatan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi jumlah urine yang dihasilkan oleh tubuh dan mengendalikan gejala yang muncul.

Pengobatan diabetes insipidus kranial 
Jika Anda menghasilkan urine sebanyak 3-4 liter dalam satu hari (24 jam), kondisi ini dianggap sebagai diabetes insipidus kranial ringan. Kondisi ini tidak memerlukan pengobatan khusus. Anda bisa meredakan gejala yang muncul dengan meningkatkan konsumsi air putih Anda untuk menghindari dehidrasi. Dokter akan menyarankan setidaknya mengonsumsi 2,5 liter dalam satu hari.
Jika kondisi yang Anda alami cukup parah dan disebabkan oleh rendahnya produksi hormon antidiuretik, maka mengonsumsi banyak air belum cukup untuk meredakan gejala yang muncul. Berikut ini beberapa obat yang mungkin digunakan untuk mengatasi kondisi yang dialami. 
  1. Desmopressin. Obat ini berfungsi seperti hormon antidiuretik. Obat ini akan menghentikan produksi urine. Desmopressin adalah hormon antidiuretik buatan dan memiliki fungsi lebih kuat dari hormon aslinya. Obat ini bisa berbentuk obat semprot hidung atau tablet. Efek samping yang mungkin terjadi adalah sakit kepala, sakit perut, mual, mimisan, atau hidung berair atau tersumbat. Untuk tahu lebih banyak tentang obat ini, tanyakan kepada dokter atau apoteker. 
  2. Thiazide diuretik. Obat ini berfungsi membuat urine menjadi lebih pekat dengan cara mengurangi kadar airnya. Efek samping yang mungkin terjadi akibat obat ini adalah pusing ketika berdiri, gangguan pencernaan, kulit menjadi lebih sensitif, dan bagi pria, mengalami disfungsi ereksi. 
  3. Obat Anti-inflamasi Non-steroid. Jika kelompok obat ini dikombinasikan dengan thiazide diuretik, obat ini bisa menurunkan jumlah urine yang dikeluarkan oleh tubuh.
Pengobatan Diabetes Insipidus Nefrogenik 
Jika kondisi yang Anda alami disebabkan oleh obat seperti lithium dan tetracycline, dokter spesialis penyakit hormon akan meminta Anda berhenti mengonsumsinya dan mencari obat penggantinya. Jika tidak disarankan oleh dokter, jangan berhenti mengonsumsi obat yang telah diresepkan dokter. 
Jika organ ginjal mengalami gangguan dan tidak bisa merespons hormon antidiuretik sehingga menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik, maka Anda akan disarankan untuk meminum banyak air putih agar terhindar dari dehidrasi. Obat desmopressin tidak bisa mengatasi kondisi ini.
Mengurangi asupan garam juga akan membantu ginjal dalam menyimpan air dan mengurangi volume urine. Pastikan untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum mengubah pola makan Anda. Untuk mengurangi jumlah produksi urine dari organ ginjal, kombinasi thiazide diuretik dan obat antiinflamasi non-steroid akan diresepkan pada diabetes insipidus nefrogenik yang parah.

Komplikasi Diabetes Insipidus 
Jika diabetes insipidus tidak terdeteksi sejak awal atau tidak ditangani dengan baik, kondisi ini bisa menyebabkan beberapa komplikasi seperti di bawah ini.

Ketidakseimbangan elektrolit 
Elektrolit adalah mineral seperti kalsium, sodium, khlor, potasium, magnesium, dan bikarbonat. Kandungan mineral ini berfungsi menjaga keseimbangan air di dalam tubuh dan berperan dalam fungsi-fungsi sel. Gejala yang mungkin akan terjadi akibat kondisi ini adalah:
  1. Kelelahan atau kehabisan energi. 
  2. Sakit kepala. 
  3. Sakit pada bagian otot. 
  4. Mudah marah. 
  5. Mual dan kehilangan selera makan.
Dehidrasi 
Dehidrasi adalah dampak yang paling umum ketika tubuh tidak bisa mempertahankan cukup cairan di dalam tubuh akibat diabetes insipidus. Gejala yang muncul akibat dehidrasi antara lain: 
  1. Mulut dan bibir kering. 
  2. Pusing atau sakit kepala. 
  3. Tekanan darah rendah (hipotensi). 
  4. Demam. 
  5. Kebingungan dan mudah marah. 
  6. Denyut jantung cepat. 
  7. Penurunan berat badan.
Untuk kondisi dehidrasi ringan, bisa ditangani dengan oralit. Sedangkan untuk kondisi yang parah, Anda mungkin perlu dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan cairan melalui infus.
Baca selengkapnya